DALAM politik dan diplomasi, terkadang diam itu emas. Namun, ketika kata-kata sudah telanjur meluncur dan menyinggung harga diri tetangga, emas itu berubah jadi bara. Itulah yang kini tengah dihadapi Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian. Pernyataannya soal bantuan bencana dari Malaysia yang dianggap ‘tidak seberapa’ kini berbuah kecaman internasional.
Laporan media ternama asal Hong Kong, South China Morning Post (SCMP), memotret dengan gamblang betapa terlukanya perasaan publik di Negeri Jiran. Bukan sekadar riuh rendah di media sosial, kritik ini telah bergeser menjadi isu sensitif yang mencederai semangat solidaritas kemanusiaan antarnegara ASEAN.
Persoalannya sederhana namun menohok: publik Malaysia merasa niat tulus mereka untuk membantu saudara di Indonesia justru dibalas dengan kalkulasi angka yang dingin dan terkesan angkuh.
‘Just Say Thank You!’
Baca Juga:Pemprov Jawa Barat Renovasi Gerbang Gedung Sate Berbentuk Candi Anggaran Capai Rp3,9 MiliarKetika Manusia Bertanya dan Mengugat, Jokowi Sudah Menjawabnya
Kalimat ‘just say thank you’ atau ‘cukup ucapkan terma kasih’ menjadi narasi yang paling banyak menggema di jagat maya Malaysia sebagaimana dikutip SCMP. Ungkapan ini adalah tamparan keras bagi etika komunikasi pejabat publik kita. Warganet Malaysia menegaskan bahwa bantuan kemanusiaan adalah bentuk empati dan solidaritas di tengah nestapa bencana, bukan ajang pamer otot atau perbandingan kekuatan anggaran antarnegara.
Bagi mereka, tidak etis jika sebuah bantuan sukarela dikuliti nilainya lalu dibandingkan dengan kewajiban pemerintah setempat. Solidaritas ASEAN, yang selama ini diagungkan dalam setiap pertemuan diplomatik, seolah luntur seketika hanya karena satu pernyataan yang kurang sensitif.
Diplomasi yang Terluka
Polemik ini berkembang liar karena menyentuh dua hal paling krusial dalam hubungan internasional: harga diri nasional dan persahabatan regional. Meski secara resmi Pemerintah Malaysia berupaya mendinginkan suasana dan mengimbau masyarakatnya untuk tidak memperkeruh situasi, namun luka di level grassroot (akar rumput) telanjur menganga.
Hingga detik ini, publik masih menanti klarifikasi resmi dari sang Mendagri. Apakah ada maksud lain di balik ucapan tersebut? Atau ini murni sebuah kesalahan pilihan kata dalam konteks yang tidak tepat?
Satu hal yang pasti, insiden ini menjadi pelajaran berharga bagi seluruh pejabat di Tanah Air. Di era digital tanpa sekat, pernyataan seorang menteri bukan lagi sekadar konsumsi domestik. Setiap diksi yang keluar memiliki dampak internasional. Dalam konteks bantuan kemanusiaan, kerendahan hati untuk menerima jauh lebih dihargai daripada pamer kemandirian yang salah tempat.
