Kajari HSU Diduga Potong Anggaran
Selain itu, Asep menyebut Albertinus juga diduga memotong anggaran Kejari. Dana tersebut diduga digunakan untuk kebutuhan pribadi.
“Selain melakukan dugaan pidana pemerasan, APN juga diduga melakukan pemotongan Kejari Hulu Sungai Utara melalui bendahara yang digunakan untuk dana operasional pribadi, dana tersebut berasal dari pengajuan pencairan tambahan uang persediaan (TUP) sejumlah Rp 257 juta tanpa surat perjalanan dinas SPPD dan pemotongan dari para unit kerja atau seksi,” kata dia.
Albertinus juga diduga mendapatkan penerimaan lain selain pemerasan. Dia diduga pernah menerima uang dari Kadis Pekerjaan Umum HSU dan sekretaris DPRD.
Baca Juga:Tokoh Utama Gerakan GenZ yang Gulingkan Sheikh Hasina, Sharif Osman Hadi Jadi Korban Pembunuhan BerencanaPemprov Jawa Barat Renovasi Gerbang Gedung Sate Berbentuk Candi Anggaran Capai Rp3,9 Miliar
“APN juga diduga mendapat penerimaan lainnya sejumlah Rp 450 juta, dengan perincian tranfer ke rekening istri APN senilai Rp 405 juta dari Kadis PU dan Sekwan DPRD periode Agustus sampai November 2025 sebesar Rp 45 juta,” tutur dia.
Peran Kasi Datun Kejari HSU
KPK juga mengungkap peran Taruna Fariadi (TAR) yang menjabat sebagai Kasi Datun Kejari HSU. Taruna diduga melakukan pemerasan kepada pejabat di HSU sejak tahun 2022.
“Selain menjadi perantara APN terhadap Sudara TAR juga diduga menerima aliran uang senilai Rp 1,07 miliar, dengan rincian, pada tahun 2022 yang berasal dari Mantan Kepada Dinas Pendidikan Hulu Sungai Utara senilai 930 juta rupiah. Kemudian pada tahun 2024 yang berasal dari rekanan sebesar Rp 140 juta,” katanya.
Asep mengatakan modus yang dilakukan tersangka adalah memeras para kepala dinas dengan ancaman diperkarakan. Berdasarkan keterangan saksi, sejumlah kepala dinas itu mengaku tidak sedang melakukan pengadaan barang dan jasa yang diancam akan diproses oleh tersangka.
“Ancaman hanya sebagai modus, karena berdasarkan keterangan dari para kepala SKPD tidak ada perkara atau pengadaan yang sedang ditangani di situ, jadi ada dibuat, seolah-olah ada laporan, kemudian ditindaklanjuti laporannya bahwa ada permasalahan di SKPD tersebut, kemudian dihubungilah kepada SKDP-nya, itu modusnya,” tutur dia.
