Namun, sebenarnya Semit itu sendiri merupakan istilah teknis yang merujuk kepada rumpun keluarga bahasa yang mencakup bahasa Ibrani (bahasa orang Yahudi) serta bahasa Arab. Jadi secara teknis, bentuk prasangka dan kebencian serta diskriminasi terhadap Arab bisa saja disebut Antisemit.
Namun dalam media global saat ini, istilah Antisemit secara khusus telah dibiaskan hanya kepada orang Yahudi, dan bukan kelompok Semit lainnya.
Terkait dengan Anti-Semit, Pemerintahan Trump telah menuding bahwa beberapa universitas terkemuka di AS menyembunyikan gerakan antisemitisme, khususnya yang berhubungan dengan aktivitas kampus yang mengkritik langkah yang telah dilakukan otoritas Israel.
Baca Juga:Pemprov Jawa Barat Renovasi Gerbang Gedung Sate Berbentuk Candi Anggaran Capai Rp3,9 MiliarKetika Manusia Bertanya dan Mengugat, Jokowi Sudah Menjawabnya
Tudingan ini sebagian besar didasarkan pada Perintah Eksekutif 13899, yang ditandatangani pada Desember 2019, yang bertujuan untuk memerangi antisemitisme dengan memperluas interpretasi Titel VI Undang-Undang Hak Sipil tahun 1964.
Meskipun Titel VI melarang diskriminasi atas dasar ras, warna kulit, atau asal negara dalam program yang menerima bantuan keuangan federal, tidak secara eksplisit mencakup agama.
Perintah eksekutif yang dikeluarkan oleh Trump tersebut ternyata memperluas perlindungan kepada mahasiswa Yahudi dengan menafsirkan diskriminasi terhadap mereka sebagai pelanggaran Titel VI, bahkan ketika diskriminasi tersebut didasarkan pada agama, asalkan dikaitkan dengan asal negara atau ras.
Perintah tersebut juga mengadopsi definisi antisemitisme dari Aliansi Mengenang Holokaus Internasional (IHRA), yang mencakup bentuk-bentuk kritik tertentu terhadap Israel, seperti menolak hak orang Yahudi untuk menentukan nasib sendiri atau menerapkan standar ganda terhadap Israel.
