Di biro AP Saigon, ia belajar banyak dari jurnalis ulung seperti Malcolm Browne. Arnett selalu mengingat nasihat Browne tentang cara bertahan hidup: “Jangan pernah berdiri di dekat petugas medis atau operator radio karena mereka adalah target utama musuh.”
Juga, “Jika mendengar suara tembakan dari sisi lawan, jangan menoleh untuk mencari sumbernya, karena tembakan berikutnya kemungkinan besar akan mengenai Anda.”
Arnett bertahan di Vietnam hingga jatuhnya Saigon ke tangan gerilyawan Vietnam Utara pada 1975. Di Vietnam pula ia tambatkan hatinya kepada perempuan lokal. Nina Nguyen namanya, yang ia nikahi pada 1964.
Baca Juga:Pemprov Jawa Barat Renovasi Gerbang Gedung Sate Berbentuk Candi Anggaran Capai Rp3,9 MiliarKetika Manusia Bertanya dan Mengugat, Jokowi Sudah Menjawabnya
Menjelang hari-hari terakhir di tahun 1975, ia diperintahkan pusat untuk memusnahkan dokumen biro. Namun, karena yakin akan nilai sejarahnya, ia justru menyelundupkan dokumen-dokumen tersebut ke apartemennya di New York. Dokumen itu kini tersimpan rapi di arsip AP.
Setelah pindah ke CNN pada 1981, Arnett kembali mencatatkan sejarah di Baghdad. Ia tidak hanya melaporkan pertempuran garis depan, tetapi juga meraih wawancara eksklusif yang kontroversial dengan Presiden Saddam Hussein dan otak serangan 11 September, Osama bin Laden.
Kariernya tidak lepas dari guncangan. Ia mengundurkan diri dari CNN pada 1999 setelah sebuah laporan investigasi yang ia bawakan ditarik kembali oleh jaringan tersebut. Pada 2003, ia dipecat oleh NBC karena memberikan wawancara kepada TV pemerintah Irak yang mengkritik strategi perang AS. Meski banyak pengamat meramal kariernya tamat, dalam seminggu Arnett sudah kembali melaporkan perang untuk stasiun TV di Taiwan, UEA, dan Belgia.
Lahir pada 13 November 1934 di Riverton, Selandia Baru, Arnett menemukan panggilan hidupnya saat pertama kali menginjakkan kaki di kantor surat kabar lokal, Southland Times, selepas SMA.
“Saya merasa memiliki perasaan yang sangat luar biasa—bahwa saya telah menemukan tempat saya yang semestinya,” kenangnya.
Peter Arnett meninggalkan istrinya, Nina Nguyen, serta dua orang anak, Elsa dan Andrew. Dunia jurnalistik kehilangan salah satu saksi mata paling berani yang pernah mencatat sejarah dari palagan peperangan.
