Legislator Desak Pelarangan Keberadaan Pihak Ketiga Penagih Utang Alias Matel

Nasyirul Falah Amru
Nasyirul Falah Amru
0 Komentar

ANGGOTA Komisi III DPR RI Nasyirul Falah Amru mendesak pelarangan keberadaan pihak ketiga penagih utang atau debt collector alias mata elang (matel).

Hal itu disampaikan politisi yang akrab disapa Gus Falah itu, menyikapi peristiwa penagihan utang yang menimbulkan kerusuhan di depan Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta Selatan, Kamis (11/12).

Ia mengingatkan, pada 2020 Mahkamah Konstitus (MK) pernah memutuskan perusahaan leasing atau pemberi kredit dan debt collector tak dapat mengeksekusi objek jaminan atau agunan seperti kendaraan maupun rumah secara sepihak. Hal itu tertuang dalam putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 18/PUU-XVII/2019 tertanggal 6 Januari 2020.

Baca Juga:Pemprov Jawa Barat Renovasi Gerbang Gedung Sate Berbentuk Candi Anggaran Capai Rp3,9 MiliarKetika Manusia Bertanya dan Mengugat, Jokowi Sudah Menjawabnya

“Putusan MK itu bersifat final dan mengikat, sehingga setiap perusahaan leasing dan apalagi debt collector tak boleh bertindak melakukan aksi pengambilan paksa terhadap debitur yang mengalami keterlambatan pembayaran ciicilan,” ujar Gus Falah, Rabu (17/12).

Anggota Fraksi PDI Perjuangan DPR RI itu melanjutkan, dalam putusannya, MK menegaskan eksekusi tidak boleh dilakukan sendiri oleh kreditur, melainkan harus melalui permohonan ke Pengadilan Negeri.

Selain itu, dalam putusannya, MK juga menyatakan tak boleh ada teror yang disertai penggunaan kekerasan, ancaman, maupun penghinaan terhadap debitur. Karena itu, sambung Gus Falah, eksistensi debt collector secara hukum sudah hilang.

“Putusan MK itu sejalan dengan teori negara hukum, bahwa penyelesaian sengketa finansial harus melalui mekanisme hukum yang transparan dan dapat diawasi,” ujar Gus Falah.

“Maka eksistensi debt collector bertentangan dengan prinsip negara hukum, sehingga sudah seharusnya mereka dihapus atau dilarang,” pungkasnya.

0 Komentar