PEMERINTAH Filipina membantah kabar negaranya digunakan sebagai tempat pelatihan teroris, sehari setelah terungkap pelaku penembakan massal di Pantai Bondi, Australia berada di negaranya.
Mereka mengatakan pada Rabu (17/12), tidak ada bukti meski para pelaku menghabiskan November di sebuah pulau selatan yang memiliki aktivitas pemberontakan Islamis.
“(Presiden Filipina Ferdinand Marcos) tegas menolak pernyataan yang menggeneralisasi dan karakterisasi menyesatkan Filipina sebagai pusat pelatihan ISIS,” ujar juru bicara kepresidenan Claire Castro dalam konferensi pers, seperti dikutip AFP.
Baca Juga:Pemprov Jawa Barat Renovasi Gerbang Gedung Sate Berbentuk Candi Anggaran Capai Rp3,9 MiliarKetika Manusia Bertanya dan Mengugat, Jokowi Sudah Menjawabnya
“Tidak ada bukti yang disampaikan untuk mendukung klaim negara ini digunakan untuk pelatihan teroris,” tambah dia, sambil membacakan pernyataan Dewan Keamanan Nasional.
Ia kembali menambahkan, tidak ada laporan yang tervalidasi bahwa individu yang terlibat dalam peristiwa penembakan di Pantai Bondi menerima bentuk pelatihan apapun di Filipina.
Kantor imigrasi Filipina pada Selasa (16/12) mengonfirmasi Sajid Akram dan putranya, Naveed, yang menewaskan 15 orang, memasuki negara itu pada 1 November dengan tujuan provinsi selatan Davao.
Pulau Mindanao, tempat Davao berada, memiliki sejarah panjang pemberontakan Islamis melawan pemerintahan pusat.
Otoritas Australia kini menyelidiki apakah kedua pria itu bertemu dengan kelompok ekstremis selama perjalanan tersebut.
Namun, militer Filipina pada Rabu (17/12) mengatakan kelompok bersenjata Muslim yang masih aktif di Mindanao sebagian besar dilemahkan sejak pengepungan Marawi beberapa tahun lalu.
Pertempuran selama lima bulan di kota itu, mempertemukan pasukan pemerintah dengan militan Maute dan Abu Sayyaf berafiliasi dengan Negara Islam.
Baca Juga:Usai Aksi Protes Penggerebekan Imigrasi, Los Angeles Rusuh Donald Trump Kirim Ribuan Garda NasionalSekjen DPR Sebut Terima Surat Forum Purnawirawan TNI soal Pemakzulan Gibran: Kami Teruskan ke Pimpinan
Pertempuran itu menewaskan lebih dari 1.000 orang dan ratusan ribu warga mengungsi.
“Kami tidak mencatat ada operasi teroris besar atau aktivitas pelatihan sejak awal 2024,” ujar juru bicara militer Filipina Kolonel Francel Padilla dalam konferensi pers.
“Mereka terpecah-pecah dan tidak memiliki kepemimpinan,” tambah dia.
Sementara itu, Kolonel Xerxes Trinidad mengatakan kepada wartawan, kunjungan ayah dan anak itu ke Filipina pada November tidak cukup lama untuk pelatihan yang signifikan.
“Pelatihan tidak bisa diperoleh dalam 30 hari, terutama jika harus menjalani pelatihan menembak,” ujarnya.
Namun, analis keamanan berbasis di Manila, Rommel Banlaoi, mengatakan meski banyak kelompok pemberontak “dalam pelarian”, keberadaan mereka belum sepenuhnya diberantas.
