JAKSA penuntut umum menilai kebijakan pengadaan laptop pendidikan berbasis Chromebook di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) telah diarahkan secara sistematis sehingga menguntungkan satu pihak tertentu.
Dalam perkara ini, mantan Direktur Sekolah Dasar Direktorat PAUD Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah, Sri Wahyuningsih, bersama mantan Mendikbudristek Nadiem Anwar Makarim, disebut menyalahgunakan kewenangan dalam perumusan kebijakan pengadaan.
Dugaan tersebut terungkap dalam sidang pembacaan dakwaan terhadap Sri Wahyuningsih di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus), Selasa (16/12/2025). Jaksa menilai kebijakan yang disusun dalam periode pengadaan Chromebook 2019–2024 telah mengondisikan Google menjadi satu-satunya penyedia ekosistem pendidikan digital di Indonesia.
Baca Juga:Pemprov Jawa Barat Renovasi Gerbang Gedung Sate Berbentuk Candi Anggaran Capai Rp3,9 MiliarKetika Manusia Bertanya dan Mengugat, Jokowi Sudah Menjawabnya
Kebijakan tersebut, menurut jaksa, diwujudkan melalui penetapan spesifikasi laptop pendidikan yang mewajibkan penggunaan Chromebook beserta Chrome Device Management (CDM) atau Chrome Education Upgrade. Persyaratan ini dinilai secara langsung menutup peluang bagi penyedia lain di luar ekosistem Google.
“Sehingga menjadikan Google sebagai satu-satunya penguasa ekosistem pendidikan di Indonesia dan menguntungkan Terdakwa Nadiem Anwar Makarim sebesar Rp 809 miliar,” kata Jaksa.
Lebih jauh, jaksa menilai perumusan kebijakan pengadaan tidak disusun berdasarkan kebutuhan riil satuan pendidikan. Nadiem disebut menginstruksikan sejumlah pihak yang kini juga berstatus terdakwa untuk menyusun kajian dan analisis kebutuhan sarana teknologi informasi dan komunikasi (TIK) yang sejak awal diarahkan pada penggunaan Chromebook dan CDM.
Namun, kajian tersebut dinilai tidak berangkat dari pemetaan kondisi lapangan yang sebenarnya. Jaksa menegaskan, kebutuhan sekolah di wilayah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T) tidak dijadikan dasar utama dalam penyusunan dokumen perencanaan.
Selain itu, jaksa juga menyoroti penetapan harga satuan dan pembagian anggaran pengadaan tahun 2020 yang diduga disusun tanpa riset lapangan maupun data pendukung yang dapat dipertanggungjawabkan secara teknis dan ekonomis.
Tak hanya dalam tahap perencanaan, penyimpangan juga disebut terjadi dalam pelaksanaan pengadaan. Jaksa mengungkapkan, proses pembelian Chromebook melalui e-Katalog dan Sistem Informasi Pengadaan Sekolah (SIPLah) tidak disertai dengan penilaian kewajaran harga serta tidak merujuk pada acuan harga yang memadai.
25 Pihak Terima Keuntungan
