PERISTIWA kebakaran Gedung Terra Drone di Kemayoran, Jakarta Pusat, pada Selasa lalu mendapat sorotan besar. Sejumlah isu ikut mencuat mulai dari jumlah dan penyebab korban meninggal dunia; kelayakan gedung; hingga kabar penyimpanan data peta pembalakan liar dan pembukaan kebun sawit di hutan Sumatra.
Terra Drone memang merupakan perusahaan yang menyediakan layanan drone untuk berbagai kebutuhan. Termasuk kebutuhan perusahaan atau lembaga pada sektor energi, konstruksi, perkebunan, tata ruang perkotaan, hingga kebencanaan.
Kepolisian memang telah menetapkan satu orang tersangka dalam kasus ini yaitu Direktur Utama PT Terra Drone Indonesia, Michael Wishnu Wardana karena dianggap melakukan sejumlah kelalaian dan kesengajaan sehingga kebakaran terjadi dan menyebabkan korban jiwa.
Baca Juga:Pemprov Jawa Barat Renovasi Gerbang Gedung Sate Berbentuk Candi Anggaran Capai Rp3,9 MiliarKetika Manusia Bertanya dan Mengugat, Jokowi Sudah Menjawabnya
“Sekali lagi ini adalah pintu awal kami dengan satu tersangka. Tentunya bisa saja ya, apabila kami mengkaji berbagai fakta-fakta lainnya, tentunya tersangka mungkin saja bisa bertambah,” kata Kepala Kepolisian Resor Jakarta Pusat Komisaris Besar Susatyo Purnomo Condro dikutip, Ahad (14/12/2025).
Namun, apakah kepolisian juga akan mengungkap dugaan upaya penghilangan data deforestasi Sumatra melalui kebakaran yang menyebabkan 22 orang meninggal dunia tersebut. Ini beberapa fakta yang diungkap kepolisian:
Berdasarkan keterangan saksi, terdapat sebuah ruangan berukuran 2×2 meter di lantai 1 Gedung Terra Drone yang berfungsi sebagai gudang. Isinya mulai dari baterai yang masih baik, baterai yang tengah diperbaiki, baterai yang rusak, hingga mesin genset.
Percikan api muncul saat empat tumpukan baterai drone berkapasitas 30.000 mAh terjatuh ke lantai. Ternyata, percikan api tersebut langsung menyulut api dari sejumlah baterai dan barang mudah terbakar lainnya di gudang tersebut. Dalam hitungan waktu yang cepat, api langsung berkobar dan membakar gudang serta sebagian besar lantai 1 gedung tersebut.
“Faktor pemicu langsungnya adalah bahwa baterai Lithium Polymer yang rusak ini, yang ditumpuk tadi itu, di mana terdapat 6 sampai 7 baterai error, baterai rusak, bercampur dengan baterai-baterai lainnya,” kata Susatyo.
Berdasarkan pemeriksaan, perusahaan memang tak memiliki SOP tentang penanganan baterai yang memiliki sifat mudah terbakar tersebut. Manajemen perusahaan tak memiliki aturan bagaimana penyimpanan atau penanganan pada baterai drone yang rusak atau bekas.
