SEJUMLAH Anggota DPRD Lampung Tengah dikabarkan terjaring Operasi Tangkap Tangan (OTT) di Lampung Tengah pada Senin (8/12/2025) malam. Namun, Plh Deputi Bidang Penindakan dan Eksekusi KPK, Mungki Hadipratikto, meluruskan bahwa mereka bukan ditangkap, melainkan dimintai keterangan dalam tahap penyelidikan terkait laporan masyarakat mengenai dugaan korupsi yang dilakukan Bupati Lampung Tengah, Ardito Wijaya.
“Sedangkan terkait dengan di hari Senin ada beberapa pihak yang dimintai keterangan merupakan bagian dari kegiatan penyelidikan bagai tindak lanjut dari laporan masyarakat,” kata Mungki kepada awak media di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis (11/12/2025).
Setelah permintaan keterangan terhadap sejumlah Anggota DPRD Lampung Tengah dilakukan, tim penyelidik KPK kemudian bergerak melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) pada 9 dan 10 Desember 2025 dan mengamankan lima orang.
Baca Juga:Pemprov Jawa Barat Renovasi Gerbang Gedung Sate Berbentuk Candi Anggaran Capai Rp3,9 MiliarKetika Manusia Bertanya dan Mengugat, Jokowi Sudah Menjawabnya
“Sehingga dari pengembangan perkara tersebut, sehingga dilakukanlah operasi tertangkap tangannya di hari Selasa dan Rabu kemarin,” ucap Mungki.
Usai diamankan dan diperiksa, KPK menetapkan lima orang tersebut sebagai tersangka dan mengumumkannya pada 11 Desember 2025. Mereka adalah Bupati Lampung Tengah Ardito Wijaya (AW); Anggota DPRD Lampung Tengah Riki Hendra Saputra (RHS); adik Bupati, Ranu Hari Prasetyo (RNP); Plt Kepala Badan Pendapatan Daerah, Anton Wibowo (ANW); serta Direktur PT Elkaka Mandiri, Mohamad Lukman Sjamsuri (MLS).
RHS dan MLS ditahan di Rutan KPK Cabang Gedung Merah Putih. Sementara Ardito, RNP, dan ANW ditahan di Rutan KPK Cabang Gedung ACLC.
Sebagai pihak penerima suap, Ardito, Riki, Ranu, dan Anton dijerat Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 atau Pasal 12B UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Adapun Lukman sebagai pemberi suap dikenakan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Dalam konstruksi perkara, pada Februari–Maret 2025, tak lama setelah dilantik, Ardito diduga mulai mengatur mekanisme pemenangan proyek di sejumlah Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD). Ia memerintahkan RHS untuk mengondisikan pemenang pengadaan barang/jasa melalui mekanisme penunjukan langsung di e-catalog. Para penyedia yang dimenangkan disebut merupakan perusahaan milik keluarga serta tim pemenangan Ardito pada Pilkada 2024.
