Kemenhut-Bareskrim Polri Paparkan Temuan Awal Hasil Identifikasi Forensik Kayu Gelondongan Banjir Sumatera

Foto udara sejumlah warga berjalan di antara potongan kayu gelondongan yang bertumpuk di pantai Air Tawar, Pad
Foto udara sejumlah warga berjalan di antara potongan kayu gelondongan yang bertumpuk di pantai Air Tawar, Padang, Sumatera Barat, Jumat (28/11/2025(ANTARA FOTO/Iggoy el Fitra/YU)
0 Komentar

KEMENTERIAN Kehutanan (Kemenhut) bersama Bareskrim Polri memaparkan temuan awal hasil identifikasi forensik terhadap kayu gelondongan yang terbawa banjir bandang di Garoga, Batangtoru, Tapanuli Selatan, Sumatera Utara. Tim gabungan turun langsung ke lapangan melakukan penyisiran, pengukuran, dan pengambilan sampel kayu di sepanjang aliran sungai dan jembatan yang terdampak banjir dan longsor.

Direktorat Jenderal Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Rehabilitasi Hutan (PDASRH) Kemenhut menyatakan bahwa masifnya alih fungsi lahan di Sumatera Barat, Aceh, dan Sumatera Utara menjadi salah satu faktor yang memperparah bencana banjir pada akhir November lalu.

Kasubdit Perencanaan Pengelolaan DAS Ditjen PDASRH Kemenhut, Catur Basuki Setyawan, menjelaskan bahwa banjir di Sumatera Utara melanda 13 DAS yang tersebar di 11 kabupaten/kota. Pada periode 2019–2024, wilayah ini mengalami perubahan tutupan lahan hutan seluas 9.424 hektare, dengan 36,4 persen terjadi di dalam kawasan hutan dan 63,6 persen di luar kawasan.

Baca Juga:Pemprov Jawa Barat Renovasi Gerbang Gedung Sate Berbentuk Candi Anggaran Capai Rp3,9 MiliarKetika Manusia Bertanya dan Mengugat, Jokowi Sudah Menjawabnya

Ia menambahkan, perubahan tutupan di DAS Garoga, yaitu perubahan tutupan lahan hutan menjadi nonhutan seluas 28.885 hektare. “Di kawasan hutan hanya sekitar 0,4 persen, sementara di luar kawasan hutan mencapai sekurang-kurangnya 99 persen. Ini khusus untuk DAS Garoga,” kata Catur dalam siaran pers, Kamis (11/12/2025).

Pengendali Ekosistem Hutan Ahli Muda Kemenhut, Yandi Irawan Sutisna, mengungkapkan bahwa tim telah mengumpulkan 43 sampel kayu dari berbagai titik terdampak, di antaranya Jembatan Garoga 1, Jembatan Garoga 2, serta beberapa lokasi di kilometer 4, 6, dan 8 di sepanjang aliran Sungai Garoga.

Di Jembatan Garoga 1, tim mengidentifikasi 18 sampel dari 10 jenis pohon. Sementara itu, di Jembatan Garoga 2 ditemukan 7 sampel dari 6 jenis pohon, termasuk nyatoh, bayur, karet, puspa, dan durian. Material kayu tersebut terbawa arus deras dan menumpuk di titik-titik penyempitan aliran sungai, terutama di sekitar jembatan, sehingga memperbesar tekanan air dan memperburuk dampak banjir bandang yang melanda permukiman warga.

“Hingga kini sudah teridentifikasi 15 jenis pohon. Tujuh jenis lainnya masih kami bawa ke laboratorium untuk pemeriksaan lanjutan. Sebagian besar merupakan pohon karet, meranti, dan durian, jenis tanaman yang umumnya tidak tumbuh di hutan alam,” ujar Yandi.

0 Komentar