SUASANA di Keraton Kacirebonan terasa seperti membuka kitab lama yang kembali bernapas. Angin yang menyentuh halaman keraton seolah membawa pulang jejak-jejak ingatan dari berbagai penjuru Nusantara.
Borobudur Writers & Cultural Festival (BWCF) 2025 menciptakan ruang di mana sejarah, budaya, dan spiritualitas berpadu. Para peserta tidak sekadar belajar, tetapi merasakan hangatnya dialog antargenerasi dan antardaerah, di mana nisan menjadi saksi bisu perjalanan peradaban Islam di Nusantara.
Simposium “Nisan-Nisan Islam Nusantara” membuka dialog tentang sejarah, budaya, dan spiritualitas yang terukir di tiap nisan Nusantara. Prof. Dr. Daniel Perret membuka diskusi dengan presentasi “Nisan-Nisan Aceh di Johor, Malaysia”.
Baca Juga:Pemprov Jawa Barat Renovasi Gerbang Gedung Sate Berbentuk Candi Anggaran Capai Rp3,9 MiliarKetika Manusia Bertanya dan Mengugat, Jokowi Sudah Menjawabnya
Ia menelusuri jejak diaspora Aceh yang membentuk penanda kubur jauh dari tanah asalnya. “Setiap nisan adalah cerita, setiap ukiran adalah doa yang menembus waktu dan ruang,” ujarnya di Keraton Kacirebonan, Jumat (21/11/2025).
Bastian Zulyeno, Ph.D., melanjutkan dengan topik “Membaca Pengaruh Persia pada Syair-Syair Kematian di Nisan-Nisan Kuno Nusantara”. Ia menyoroti bagaimana motif dan syair Persia mengalir ke dalam nisan, membentuk dialog lintas budaya yang hingga kini tetap hidup.
Muhammad Yaser Arafat, M.A., membawa peserta ke Yogyakarta dengan paparan “Nisan-Wisan Kratonan: Kristalisasi Estetika Budaya Jawa dan Pengaruh Luar”. Ia menekankan perpaduan unik antara seni lokal dan pengaruh luar yang menjadikan nisan kraton sebagai medium sejarah, estetika, dan spiritualitas.
“Nisan di kraton bukan hanya tentang yang mati, tapi tentang hidup yang terus berbicara melalui bentuk dan simbol,” tuturnya.
Ammar Fauzi, Ph.D., menutup sesi utama dengan “Ziarah Kubur ke Makan-Makam Wali: Perbandingan Iran dan Nusantara”, menekankan praktik ziarah yang menghubungkan masyarakat Nusantara dengan tradisi Timur Tengah, memperlihatkan pemahaman tentang kehidupan setelah mati dan doa yang berkelanjutan.
Tak hanya simposium, ada sesi Forum Call for Presentation yang menampilkan para peneliti dan pegiat kebudayaan dari berbagai pelosok Nusantara.
Dr. Lutfi Yondri membahas batu mejan Minangkabau, Khairil Anwar mengupas cungkup kubur Gresik, Dr. Retno Purwanti meneliti nisan Kesultanan Palembang, Bukhori Masruri menelusuri jaringan nisan Jawa, dan S. Wani Maler memaparkan tipologi dan kronologi Nisan-nisan di Barus.
