Seni Brai Sekar Pusaka Ramaikan Borobudur Writers and Cultural Festival 2025 di Keraton Kacirebonan

Pelaku Seni Brai yang juga Pimpinan Sanggar Sekar Pusaka Desa Wangunharja Kecamatan Jamblang Kabupaten Cirebon
Pelaku Seni Brai yang juga Pimpinan Sanggar Sekar Pusaka Desa Wangunharja Kecamatan Jamblang Kabupaten Cirebon Sukarno Muhamad Ace atau biasa akrab disapa Kang Ace (tengah). (Dok. Borobudur Writers and Cultural Festival (BWCF) 2025)
0 Komentar

SENI Brai Sekar Pusaka yang berasal dari desa Wangunharja, Kecamatan Jamblang, Kabupaten Cirebon mewarnai penutupan Borobudur Writers and Cultural Festival 2025 di Kraton Kacirebonan, Sabtu Malam (22/11).

Seni Brai Sekar Pusaka ini berdiri resmi sejak 1946. Pada 1970-1998 dipimpin oleh dalang bernama Lebe Ubari, adalah salah satu seni tradisional dari ratusan seni yang ada di Kabupaten Cirebon. Kesenian ini masih sejawat dengan trebang dan gembyung.

Walau ketiganya memiliki dasar yang sama yaitu menggunakan alat musik berupa Rebana atau Genjring dan dipagelarkan dalam acara sakral keagamaan, namun tiga kesenian itu dapat dibedakan, terutama dari nama dan sejarahnya. ​

Baca Juga:Pemprov Jawa Barat Renovasi Gerbang Gedung Sate Berbentuk Candi Anggaran Capai Rp3,9 MiliarKetika Manusia Bertanya dan Mengugat, Jokowi Sudah Menjawabnya

Dalam sebuah kesempatan, pelaku Seni Brai yang juga Pimpinan Sanggar Sekar Pusaka Desa Wangunharja Kecamatan Jamblang Kabupaten Cirebon Sukarno Muhamad Ace atau biasa akrab disapa Kang Ace mengungkapkan beberapa unsur tersebut dibawakan dengan penuh penghayatan sehingga mencapai puncak kenikmatan. Dengan pertunjukannya, Brai berusaha mengajak penontonnya untuk merasakan hal yang sama, untuk mencintai Allah.

Konsep Brai sendiri memiliki kesamaan dengan Tarian Sema dari wilayah Anatolia, Turki, Tarian yang muncul di abad 13 masehi ini diciptakan oleh Maulana Jalaluddin Rumi yang merefleksikan ajaran sufistik. Seni Brai dimulai dengan melantunkan puji-pujian berisi salam, basmallah, istighfar,wasilah, kalimat tayyibah dan shalawat nabi, yang dipimpin oleh seorang imam.

Kesenian ini menjadi media dzikir untuk mengasah hati dan jiwa masyarakat Pantura agar lebih lembut. Tembang-tembang cinta yang dilantunkan mulai dari nada yang pelan syahdu sampai ke nada menghentak penuh semangat.

Diiringi tabuhan Trebang dan tepukan tangan yang ritmis melahirkan irama musik yang dinamis dan mistis, melarutkan hati dalam dzikir melalui pelafalan kalimatut thoyyibah sebagai syairnya.Waditra Brai terdiri dari dua buah terbang dan sebuah gendang model Cirebonan. Jumlah personilnya sekitar 25 orang terdiri dari lelaki dan wanita.

Kostum yang dipakai oleh kaum pria dalam pertunjukan seni Brai yaitu memakai Ikat kepala, baju kampret, kain sarung dan celana sontog. Sedangkan busana wanita terdiri dari Sanggul Kiyomham atau Bokor Cina Toh dengan hiasan bunga melati, baju kurung, selendang, kestagen/bengkung dan kain batik.

0 Komentar