“Artinya, bukan bangunannya. Bangunan Gedung Sate itu yang ditetapkan itu ruang-ruang bangunan Gedung Sate ini, yang utama ini. Hal itu pun termasuk dengan hiasan yang ada di dalam Gedung Sate berupa padi dan lainnya merupakan bagian yang lebih menonjolkan ikon-ikon Jawa Barat. Mungkin nanti tematik. Jadi, ada juga nanti sekarang ini temanya Periangan. Nanti ada kabupaten khas, kabupaten mana juga ada, gitu ya,”katanya.
Terkait dengan urgensi perbaikan halaman Gedung Sate di tengah efisiensi anggaran, Adi mengatakan, hal itu sudah dibahas dalam anggaran perubahan. Perbaikan mendukung adanya layanan di kawasan Gedung Sate.
“Ini dipastikan tidak mengganggu layanan publik ya, sektor layanan publik. Dan karena memang ini juga bagian ya, ini kan kantor publik, bagian kantor untuk layanan publik. Apalagi, sekarang, di dalam sudah ada fasilitas Bale Pananggeuhan. Tempat orang untuk mengadu, menyampaikan permohonan-permohonannya, menyampaikan keluhan-keluhannya. Ini bagian dari fasilitas publik juga,” tuturnya yang menyebut pengerjaan ini ditarget rampung pada Desember 2025.
Apa kata warganet
Baca Juga:Ketika Manusia Bertanya dan Mengugat, Jokowi Sudah MenjawabnyaUsai Aksi Protes Penggerebekan Imigrasi, Los Angeles Rusuh Donald Trump Kirim Ribuan Garda Nasional
Meski demikian, publik melalui media sosial menyayangkan langkah tersebut. Perubahan gaya arsitektur pagar yang cenderung “nyunda” atau bergaya kerajaan, dinilai tidak sinkron dengan arsitektur Indo-Europeeschen architectuur stijl yang melekat pada Gedung Sate.
“Atuhlah, itukan peninggalan Belanda bukan peninggalan Padjadjaran. Jadi asa gak nyambung,” tulis salah satu warganet di Instagram yang ramai dikutip publik.
Sementara itu, Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi meminta polemik terkait perubahan desain gerbang Gedung Sate yang kini bergaya Candi Bentar tidak perlu diperpanjang dengan berpatokan pada komentar di media sosial, melainkan harus mempercayai keahlian arsitek.
Pernyataan tegas tersebut disampaikan Dedj menanggapi gelombang kritik warganet yang menilai desain baru pagar senilai miliaran rupiah itu menabrak pakem arsitektur kolonial Belanda yang menjadi identitas Gedung Sate.
