PERHELATAN Borobudur Writers and Cultural Festival (BWCF) 2025 memasuki tahun ke-14 yang akan diselenggarakan pada 20-22 November di Keraton Kacirebonan, Kota Cirebon.
Tema yang diusung dalam BWCF ke-14 ini adalah Estetika Nisan-nisan Islam Nusantara dan Dunia Ketuhanan Tarekat Syattariyah di Cirebon.
BWCF tahun ini digelar atas kerja sama dengan Majelis Seni dan Tradisi Cirebon (Mesti), Perhimpunan Ahli Epigrafi Indonesia (PAEI), dan didukung Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kota Cirebon.
Baca Juga:Ketika Manusia Bertanya dan Mengugat, Jokowi Sudah MenjawabnyaUsai Aksi Protes Penggerebekan Imigrasi, Los Angeles Rusuh Donald Trump Kirim Ribuan Garda Nasional
Kurator BWCF, Seno Joko Suyono, mengatakan nisan-nisan di Nusantara punya makna penting dalam arkeologi Islam di Indonesia. Tak sekadar penanda makam, nisan juga menyimpan simbol-simbol religius, nilai filosofis, dan ornamen estetika yang menggambarkan hubungan manusia dengan Tuhan.
Bentuk dan gaya nisan di berbagai daerah juga dipengaruhi budaya lokal. Bahkan, gaya khas dari satu wilayah bisa menyebar hingga ke tempat lain.
“Tipologi nisan-nisan dari zaman Iskandar Muda Kesultanan Aceh misalnya, memiliki pengaruh signifikan terhadap nisan-nisan di Asia Tenggara. Bahkan nisan-nisan itu menjadi penanda status sosial dan di masa kini menjadi data arkeologis akan adanya jaringan maritim yang kuat dari Nusantara ke Asia Tenggara,” kata Seno dalam keterangannya, dikutip Kamis (12/11/2025).
April lalu, kata dia, Kementerian Kebudayaan menggelar pameran besar bertajuk Misykat, Cahaya Peradaban Islam Nusantara di Museum Nasional Jakarta. Salah satu koleksinya adalah ribuan abklat (cetakan kopi) nisan kuno dari Aceh yang penuh simbol dan makna filosofis.
Meneruskan semangat itu, BWCF akan menghadirkan sejumlah pakar untuk membahas simbol dan aksara di makam-makam tua Nusantara. Tujuannya, memberi pemahaman kepada publik bahwa nisan juga menyimpan nilai estetika sekaligus spiritualitas ketuhanan.
Seno menyebut, salah satu pembicara yang akan hadir adalah Daniel Perret, arkeolog asal Prancis yang meneliti nisan kuno Aceh dan pengaruhnya di Malaysia. Hadir juga Bastian Zulyeno, dari Universitas Indonesia, yang meneliti epitaph nisan Nusantara berisi puisi ketuhanan.
Menurut Seno, Cirebon dipilih karena memiliki tinggalan arkeologis dan sejarah panjang dalam penyebaran Islam di Jawa. Pada abad ke-15 dan 16, Cirebon berperan besar dalam politik dan kekuasaan Islam, bahkan menjadi akar lahirnya kesultanan lain.
