Mengapa Nama 'Agartha' Ditulis di Senjata Mainan Terduga Pelaku Ledakan SMAN 72 Kelapa Gading?

Replika senjata Assault Rifles AR-15 (IST)
Replika senjata Assault Rifles AR-15 (IST)
0 Komentar

LEDAKAN terjadi di lingkungan SMA Negeri 72 Kelapa Gading, Jakarta Utara, pada Jumat siang, 7 November 2025, saat para siswa dan warga sekitar tengah melaksanakan salat Jumat. Berdasarkan keterangan Wakil Menko Polhukam Lodewijk Freidrich Paulus, ledakan berasal dari dua titik di sekitar masjid sekolah.

Kepanikan terjadi, dan lebih dari 50 orang dilaporkan mengalami luka bakar ringan hingga gangguan pendengaran.

Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menyebut terduga pelaku masih berasal dari lingkungan sekolah tersebut. Ia juga membenarkan bahwa pelaku adalah seorang pelajar dan kini tengah menjalani operasi medis.

Baca Juga:Ketika Manusia Bertanya dan Mengugat, Jokowi Sudah MenjawabnyaUsai Aksi Protes Penggerebekan Imigrasi, Los Angeles Rusuh Donald Trump Kirim Ribuan Garda Nasional

Di lokasi kejadian, ditemukan benda mirip senjata api dengan coretan bertuliskan “14 Words. For Agartha” serta “Brenton Tarrant. Welcome to Hell.”

Di tengah penyelidikan yang masih berlangsung, nama “Agartha” yang ditulis di senjata mainan pelaku menjadi perhatian tersendiri karena merujuk pada salah satu teori konspirasi yang populer di kalangan ekstremis sayap kanan global.

Lantas, apa itu Agartha dan bagaimana hubungannya dengan kelompok-kelompok ekstremis sayap kanan?

Berikut penjelasannya.

Agartha: Antara Mitos Okultis dan Simbol Ideologi Ekstrem

Melansir buku Arktos: The Polar Myth in Science, Symbolism, and Nazi Survival karya Joscelyn Godwin tahun 1993, Agartha—atau Agharta, Agarttha, Asgartha—adalah nama yang mencuat dari persilangan antara okultisme Eropa, mistisisme Timur, dan politik ekstrem kanan abad ke-20.

Dalam mitologi esoteris, Agartha diyakini sebagai sebuah kerajaan tersembunyi di bawah permukaan bumi, lengkap dengan peradaban spiritual yang sangat maju dan teknologi yang melampaui zaman.

Keyakinan ini berakar dari narasi yang berkembang di akhir abad ke-19 hingga awal abad ke-20, dan terus diwarisi oleh berbagai kelompok, termasuk lingkaran Neo-Nazi yang mengaitkannya dengan gagasan superioritas ras Arya.

Konsep ini pertama kali dipopulerkan oleh Louis Jacolliot (1837-1890), penulis Prancis yang menyebut “Asgartha” sebagai Kota Matahari yang diperintah oleh Brahmatma. Kota ini diyakini dihancurkan ribuan tahun lalu dan penghuninya menghilang ke dunia bawah tanah.

Baca Juga:Sekjen DPR Sebut Terima Surat Forum Purnawirawan TNI soal Pemakzulan Gibran: Kami Teruskan ke PimpinanKetua Koperasi Al- Azariyah dan Pengawas Operasional Tersangka Insiden Longsor Tambang Galian C Gunung Kuda

Namun, konsep Agartha menjadi lebih sistematis lewat karya Saint-Yves d’Alveydre yang mengklaim memperoleh informasi dari guru Sanskerta-nya.

0 Komentar