ANGGOTA Komisi III DPR RI Abdullah menyampaikan keprihatinannya terhadap kasus pelecehan dan kekerasan seksual yang melibatkan oknum kepolisian yang terus berulang.
Menurutnya fenomena tersebut menunjukkan perlunya langkah strategis jangka panjang melalui peningkatan kapasitas Direktorat Tindak Pidana Perempuan dan Anak serta Pidana Perdagangan Orang (Dirtipid PPA-PPO) Bareskrim Polri.
Menurut Abdullah, peningkatan kapasitas ini dinilai penting untuk memperkuat sistem perlindungan terhadap masyarakat, terutama perempuan dan anak, dari tindak kejahatan yang bersifat seksual dan meresahkan.
Baca Juga:Ketika Manusia Bertanya dan Mengugat, Jokowi Sudah MenjawabnyaUsai Aksi Protes Penggerebekan Imigrasi, Los Angeles Rusuh Donald Trump Kirim Ribuan Garda Nasional
“Saya meminta polisi pelaku cat calling di Jaksel dan pemerkosaan serta pembunuhan di Muaro Bungo, Jambi, diusut tuntas dan diberikan sanksi seberat-beratnya, baik etik maupun pidana. Dan terpenting tingkatkan kapasitas Ditirpid PPA-PPO Bareskrim Polri untuk internal maupun eksternal,” kata Abdullah, dalam keterangan tertulisnya, Rabu (5/11/2025).
Seperti diketahui, dalam beberapa waktu belakangan, publik dikejutkan oleh dua kasus menonjol yakni pelecehan verbal atau catcalling oleh oknum polisi di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Polda Metro Jaya saat ini masih melakukan pemeriksaan terhadap oknum polisi tersebut.
Tak hanya itu, Anggota Polri Bripda Waldi alias W (22) ditangkap setelah memerkosa dan membunuh dosen asal Kabupaten Bungo, Jambi, berinisial EY (37). Kasus ini diduga dipicu oleh persoalan asmara antara keduanya.
Usai melakukan aksi keji itu, pelaku sempat menyamar dengan rambut palsu (wig) dan mengepel lokasi kejadian untuk menghapus jejak. Peristiwa terjadi di Perumahan Al Kausar Residence, Kelurahan Sungai Mengkuang, Kecamatan Rimbo Tengah, pada Minggu pagi (2/11).
Terkait hal ini, Abdullah menjelaskan Direktorat Ditirpid PPA-PPO Bareskrim Polri juga dapat berperan dalam pencegahan di lingkungan internal kepolisian. Upaya tersebut dilakukan melalui pelatihan dan edukasi kepada anggota kepolisian mengenai pelayanan publik yang berperspektif gender.
Hal ini, lanjut Abdullah, sejalan dengan Peraturan Kapolri Nomor 1 Tahun 2022 tentang Pengarusutamaan Gender dan Surat Telegram Bernomor ST/2011/IX/Kep/2024 tertanggal 20 September 2024. “Artinya peraturan ini harus dilaksanakan oleh semua anggota polisi dengan komitmen penuh dan konsisten,” ujar Abdullah.
Selain memperkuat kapasitas Direktorat PPA dan PPO, anggota komisi DPR yang membidangi urusan hukum dan keamanan itu juga mendorong Polri menerapkan tes psikologis secara rutin, baik selama pendidikan maupun dalam masa tugas aktif. Langkah ini, kata Abdullah, cukup penting untuk mendeteksi potensi pelanggaran dan mencegah tindakan pelecehan seksual di kemudian hari.
