Dick Cheney, Wakil Presiden Paling Berkuasa dan Orang Dalam Washington, Meninggal di Usia 84 Tahun

Dick Cheney. (Ben Hider/Gambar Getty)
Dick Cheney. (Ben Hider/Gambar Getty)
0 Komentar

Sebagai penyintas lima serangan jantung, Cheney lama merasa hidupnya adalah “bonus waktu”. Pada 2013, ia pernah berkata bahwa setiap pagi ia terbangun dengan senyum di wajah, bersyukur atas anugerah satu hari lagi — gambaran yang terasa kontras dengan reputasinya sebagai sosok keras.

Masa jabatannya sebagai wapres berlangsung di tengah era terorisme global. Cheney bahkan pernah mematikan fungsi nirkabel alat defibrillator-nya karena takut disusupi teroris untuk mengirim kejutan listrik mematikan ke jantungnya.

Pada masa itulah jabatan wapres tak lagi bersifat seremonial. Cheney menjadikannya pusat pengaruh tersembunyi, saluran belakang untuk memengaruhi kebijakan Irak, keamanan nasional, energi, dan kekuasaan eksekutif.

Baca Juga:Ketika Manusia Bertanya dan Mengugat, Jokowi Sudah MenjawabnyaUsai Aksi Protes Penggerebekan Imigrasi, Los Angeles Rusuh Donald Trump Kirim Ribuan Garda Nasional

Dengan senyum miring yang khas — yang oleh para pengkritik disebut sinis — Cheney sering menertawakan reputasinya sendiri sebagai dalang licik.

“Apakah saya ini jenius jahat di sudut ruangan yang tak pernah terlihat keluar dari lubangnya?” ujarnya sambil bercanda. “Itu sebenarnya cara bekerja yang cukup menyenangkan.”

Sebagai sosok garis keras dalam isu Irak, Cheney semakin terisolasi setelah para pejabat lain yang juga berpendirian keras meninggalkan pemerintahan. Ia terbukti keliru dalam banyak hal terkait Perang Irak — mulai dari klaim adanya hubungan antara Irak dan serangan 11 September, hingga keyakinannya bahwa pasukan AS akan disambut sebagai pembebas.

Pada Mei 2005, ia menyatakan bahwa pemberontakan di Irak sedang berada di “fase terakhir”, padahal saat itu korban tentara AS baru separuh dari jumlah yang akhirnya jatuh sebelum perang berakhir.

Meski demikian, bagi para pendukungnya, Cheney tetap dipandang sebagai sosok yang teguh di masa penuh ketidakpastian — tetap berpegang pada keyakinannya meski bangsa sendiri mulai menentang perang dan para pemimpin yang menggelarnya.

Namun menjelang akhir masa jabatan kedua Bush Jr., pengaruh Cheney mulai surut, terkikis oleh keputusan pengadilan dan perubahan politik. Upayanya memperluas kekuasaan presiden dan memperkeras perlakuan terhadap tersangka teroris ditolak, sementara pandangannya tentang Iran dan Korea Utara tak sepenuhnya diadopsi oleh Bush Jr.

Orang Paling Berkuasa yang Sesungguhnya

Kecenderungannya menutup diri dan bekerja di balik layar akhirnya berbalik menjadi bumerang. Cheney mulai dipandang sebagai Machiavelli modern yang mudah tersinggung dan gagal mengelola kritik atas perang Irak. Citra itu makin memburuk ketika pada 2006 ia secara tak sengaja menembak rekan berburunya, Harry Whittington, di bagian dada, leher, dan wajah.

0 Komentar