KEMELEKATAN manusia dengan handphone (HP) saat ini menjadi perhatian khusus bagi Presiden ke-5 RI sekaligus Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri. Megawati bahkan mengaku ogah memiliki telepon seluler.
Megawati bercerita soal alasannya tak memiliki HP sampai saat ini. Megawati mengatakan dirinya adalah sosok yang banyak dicari dan banyak orang ingin tahu tentang dirinya.
Hal itu disampaikan Megawati saat menjadi pembicara kunci (keynote speaker) dalam seminar internasional peringatan ke-70 tahun Konferensi Asia Afrika (KAA) di Perpustakaan Bung Karno, Blitar, Jawa Timur, Sabtu (31/10/2025). Awalnya, Megawati menyinggung kebiasaan banyak orang yang lebih fokus pada ponsel mereka, bahkan di momen-momen penting.
Baca Juga:Ketika Manusia Bertanya dan Mengugat, Jokowi Sudah MenjawabnyaUsai Aksi Protes Penggerebekan Imigrasi, Los Angeles Rusuh Donald Trump Kirim Ribuan Garda Nasional
“Untuk apa kalian datang, hah? Kalau ininya nggak dipakai untuk mendengarkan sesuatu yang menurut saya sangat berarti. Hanya nampang? Sorry for my friend, this is not for you, this is for my people. Juga kalian boleh ngomong, sekarang juga di luar negeri banyak yang begitu. Orang serius tidak banyak lagi,” kata Megawati.
Megawati kemudian mengaku sempat berpikir perlu ada aturan mengenai penggunaan HP. Ia menegaskan alasan dirinya tidak memiliki HP adalah banyak orang ingin mengetahui tentang dirinya, sementara tidak semua orang memiliki niat baik.
“Saya selalu pikir, ada UU buat HP. I don’t have HP because, do you know why? Karena saya orang yang dicari. Do you understand what I mean? Everybody wants to know me, but not everybody is a good person. Do you understand? Jadi saya nggak punya HP, nggak. Kalau orang bilang ngintel, intel, or spying,” ujarnya.
Dalam kesempatan itu, Megawati juga menyerukan pentingnya pembangunan etika global baru di tengah revolusi teknologi dunia. Ia menilai dunia membutuhkan moralitas baru untuk mengendalikan kekuatan artificial intelligence (AI), algoritma, dan sistem digital yang berkembang pesat.
“Dunia kini membutuhkan regulasi global baru, a new global ethics, untuk menata kembali hubungan kekuasaan dalam ranah teknologi, ekonomi, dan informasi,” ujar Megawati.
“Kemajuan teknologi tanpa dasar moral hanya akan melahirkan bentuk penindasan baru,” tambahnya.
