KOMISI Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan alasan pemeriksaan terhadap anggota DPR Fraksi Nasdem Rajiv (RAJ), dilakukan di Mapolres Cirebon pada Kamis (30/10/2025).
Rajiv diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi penyaluran dana corporate social responsibility (CSR) Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan (BI-OJK). Juru Bicara KPK Budi Prasetyo mengatakan, pemeriksaan di Cirebon dilakukan demi efektivitas karena tim penyidik KPK juga tengah memeriksa sejumlah saksi lain di lokasi yang sama.
“Pemeriksaan dilakukan di Cirebon mengingat tim penyidik juga sedang melakukan pemeriksaan terhadap sejumlah saksi di sana untuk perkara ini. Supaya lebih efektif,” ujarnya dalam keterangan, Kamis (30/10/2025).
Baca Juga:Ketika Manusia Bertanya dan Mengugat, Jokowi Sudah MenjawabnyaUsai Aksi Protes Penggerebekan Imigrasi, Los Angeles Rusuh Donald Trump Kirim Ribuan Garda Nasional
Budi menjelaskan, tim penyidik mendalami hubungan Rajiv dengan dua anggota Komisi XI DPR periode 2019-2024, yakni Satori (ST) dan Heri Gunawan (HG), yang sebelumnya telah ditetapkan sebagai tersangka.
“Dalam permintaan keterangan kali ini, penyidik mendalami terkait perkenalan saudara RAJ dengan para tersangka dan pengetahuannya tentang program sosial di Bank Indonesia,” tambahnya.
Rajiv yang kini menjabat sebagai anggota Komisi IV DPR RI dari Fraksi Nasdem, diperiksa dalam kapasitasnya sebagai pihak swasta. Pemeriksaan ini merupakan penjadwalan ulang dari panggilan sebelumnya pada Senin (27/10/2025), ketika Rajiv mangkir dari panggilan dan meminta penjadwalan ulang.
Sebelumnya, KPK telah menetapkan dua anggota Komisi XI DPR periode 2019-2024, yakni Satori dan Heri Gunawan, sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi dana CSR BI-OJK. Keduanya diduga menyalahgunakan dana tersebut untuk kepentingan pribadi.
Menurut KPK, total dana gratifikasi yang diterima keduanya mencapai Rp 28,38 miliar. Heri Gunawan diduga menerima Rp 15,8 miliar, sedangkan Satori memperoleh Rp 12,52 miliar. Dana tersebut digunakan untuk berbagai keperluan pribadi, mulai dari pembangunan rumah, pembelian tanah dan kendaraan, hingga pembukaan usaha.
Atas perbuatannya, para tersangka dijerat dengan Pasal 12 B Undang-Undang Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP, serta UU Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
