Ketahanan Ekonomi Asia Hadapi Tantangan dari Kebijakan Tarif Amerika Serikat

The International Monetary Fund (IMF) (Reuters/Yuri Gripas)
The International Monetary Fund (IMF) (Reuters/Yuri Gripas)
0 Komentar

KETAHANAN ekonomi Asia akan menghadapi tantangan dari kebijakan tarif AS jika reli dolar dan rebound suku bunga rendah memicu kondisi keuangan yang lebih ketat.

Peringatan ini disampaikan oleh Krishna Srinivasan, Direktur Departemen Asia dan Pasifik Dana Moneter Internasional (IMF). Mengutip Reuters, Srinivasan menuturkan jika Federal Reserve AS terus memangkas suku bunga, penurunan dolar selanjutnya dapat memungkinkan bank-bank sentral Asia melonggarkan kebijakan moneter guna mendukung perekonomian mereka tanpa khawatir akan risiko arus keluar modal.

“Suku bunga rendah dan penurunan imbal hasil jangka panjang akan membantu pemerintah dan perusahaan Asia meminjam dana murah dan mengatasi dampak tarif AS yang lebih tinggi,” ujarnya dikutip dari Reuters dan CNA, Minggu (25/10/2025).

Baca Juga:Ketika Manusia Bertanya dan Mengugat, Jokowi Sudah MenjawabnyaUsai Aksi Protes Penggerebekan Imigrasi, Los Angeles Rusuh Donald Trump Kirim Ribuan Garda Nasional

Namun Srinivasan memperingatkan bahwa kondisi keuangan yang menguntungkan tersebut dapat berubah.

“Jika suku bunga mulai naik, terutama suku bunga jangka panjang, hal itu dapat berdampak signifikan terhadap Asia, di mana biaya pembayaran utang sebagai bagian dari pendapatan cukup tinggi. Itu menjadi masalah,” kata Srinivasan.

Tidak hanya itu, dolar akan berbalik menguat dan ini dapat mempengaruhi negara-negara di Asia.

“Kondisi keuangan sangat mendukung, tetapi bisa saja berubah. Itu merupakan risiko besar bagi Asia,” tegasnya.

Dalam laporan World Economic Outlook (WEO) Oktober, IMF memperkirakan ekonomi Asia akan tumbuh 4,5% pada tahun 2025, melambat dari 4,6% tahun lalu tetapi naik 0,6 poin persentase dari perkiraannya pada bulan April.

Hal ini karena ekspor yang kuat yang sebagian didorong oleh peningkatan pengiriman barang menjelang kenaikan tarif AS yang lebih tinggi.

Namun, laporan IMF tersebut memperingatkan bahwa risiko cenderung menurun, dan memproyeksikan pertumbuhan akan melambat menjadi 4,1% pada tahun 2026.

Baca Juga:Sekjen DPR Sebut Terima Surat Forum Purnawirawan TNI soal Pemakzulan Gibran: Kami Teruskan ke PimpinanKetua Koperasi Al- Azariyah dan Pengawas Operasional Tersangka Insiden Longsor Tambang Galian C Gunung Kuda

IMF melihat pelonggaran moneter tambahan mungkin akan terjadi di banyak negara untuk mengembalikan inflasi ke target dan memastikan ekspektasi inflasi terjangkar dengan baik.

Menurut IMF, inflasi di Asia lebih moderat dibandingkan di belahan dunia lain, bahkan ketika lonjakan permintaan pascapandemi dan melonjaknya harga bahan baku akibat perang Rusia di Ukraina mendorong kenaikan harga.

“Hal ini menunjukkan bagaimana bank sentral Asia mampu mengendalikan ekspektasi inflasi dan menurunkan inflasi berkat kepercayaan publik bahwa mereka independen dari campur tangan pemerintah,” ujar Srinivasan.

0 Komentar