MILITER Amerika Serikat melakukan serangan mematikan terhadap sebuah kapal di Samudra Pasifik bagian timur, Selasa (21/10), menewaskan dua orang di dalamnya. Menteri Pertahanan AS, Pete Hegseth, mengonfirmasi hal tersebut dalam pernyataannya pada Rabu (22/10).
Serangan ini merupakan yang kedelapan dilakukan AS terhadap kapal yang diduga terlibat penyelundupan narkoba sejak awal September. Berbeda dari tujuh serangan sebelumnya yang semuanya terjadi di Laut Karibia, kali ini serangan dilakukan di wilayah Pasifik.
Menurut pejabat AS, total sedikitnya 34 orang telah tewas dalam delapan serangan tersebut.
Baca Juga:Ketika Manusia Bertanya dan Mengugat, Jokowi Sudah MenjawabnyaUsai Aksi Protes Penggerebekan Imigrasi, Los Angeles Rusuh Donald Trump Kirim Ribuan Garda Nasional
“Narco-teroris yang berniat membawa racun ke pantai kami tidak akan menemukan tempat aman di mana pun di belahan bumi ini,” kata Hegseth melalui akun X miliknya.
Ia menjelaskan, kapal yang menjadi target di Pasifik dioperasikan “Organisasi Teroris yang Ditetapkan”. Kapal itu digunakan untuk kegiatan penyelundupan narkoba. “Berdasarkan informasi intelijen, kapal tersebut diketahui terlibat dalam penyelundupan narkotika ilegal, melintasi rute perdagangan narkoba yang dikenal, dan membawa muatan narkotika,” ujarnya.
Hegseth menambahkan tidak ada personel AS yang terluka dalam operasi tersebut. Ia juga membandingkan para penyelundup dengan jaringan teroris al-Qaeda. “Sama seperti al-Qaeda yang berperang melawan tanah air kita, kartel ini sedang memerangi perbatasan dan rakyat kita. Tidak akan ada tempat berlindung atau pengampunan, hanya keadilan,” tulisnya.
Sementara itu, laporan CNN mengungkap pemerintahan Trump telah menyusun opini hukum rahasia untuk membenarkan serangan mematikan terhadap daftar luas kartel dan tersangka pengedar narkoba. Dokumen itu, menurut pakar hukum, menempatkan para pengedar sebagai “kombatan musuh” yang dapat diserang tanpa melalui proses pengadilan.
Pekan lalu, militer AS juga menyerang sedikitnya dua kapal lain di wilayah Karibia. Salah satu serangan itu tidak menewaskan semua awak kapal. Dua orang yang selamat kemudian ditahan Angkatan Laut AS, namun akhirnya dipulangkan ke negara asal mereka di Ekuador dan Kolombia.
Keputusan tersebut disebut sempat menimbulkan dilema hukum bagi pemerintahan Trump. Pasalnya tidak jelas dasar hukum apa yang dapat digunakan untuk menahan mereka tanpa batas waktu.