CHIEF Economist Permata Bank Josua Pardede menyoroti selisih angka dana pemda yang mengendap di perbankan. Seperti diberitakan, Kementerian Dalam Negeri mencatat nominal dana pemda yang mengendap di bank sebesar Rp215 triliun.
Data itu berbeda dari laporan BI yang disitir Menteri Keuangan. Berdasarkan data BI, per September, dana pemda di perbankan menembus Rp233 triliun. Terdapat selisih sekitar Rp18 triliun dari kedua data tersebut.
Josua menyebut selisih angka dana pemda itu sangat mungkin berasal dari perbedaan definisi dan waktu penarikan data. Menurutnya, ada beberapa sumber yang memotret objek berbeda pada saat yang berbeda.
Baca Juga:Ketika Manusia Bertanya dan Mengugat, Jokowi Sudah MenjawabnyaUsai Aksi Protes Penggerebekan Imigrasi, Los Angeles Rusuh Donald Trump Kirim Ribuan Garda Nasional
Perbedaan juga kerap muncul karena sebagian dataset hanya menghitung Kas Umum Daerah. Sementara yang lain memasukkan deposito berjangka dan rekening di luar kas utama milik perangkat daerah atau BLUD.
“Di sisi perbankan, statistik DPK mengelompokkan dana pemerintah daerah ke dalam kelompok lain-lain bersama institusi non-korporasi, sehingga angka yang dikutip dari statistik bank bisa tidak langsung sejalan dengan agregasi kas APBD. Dengan kata lain, variasi cut-off dan cakupan adalah penjelas utama, bukan serta-merta indikasi adanya praktik yang tidak wajar,” kata Josua dalam keterangan yang diterima, Kamis (23/10).
Selain itu, lanjutnya, pola musiman penyaluran transfer ke daerah dan perilaku belanja triwulan IV turut memperlebar selisih antarperiode. Saat realisasi belanja daerah terkontraksi, saldo kas di bank otomatis naik, sehingga jika data diambil segera setelah penyaluran transfer tetapi sebelum belanja dieksekusi, posisinya tampak lebih tinggi.
“Posisi dana pemda di perbankan pada akhir Agustus 2025 masih tinggi dan pemerintah daerah diminta mempercepat realisasi belanja. Ini menguatkan bahwa dinamika administrasi dan waktu pencatatan memang faktor dominan di balik perbedaan angka lintas sumber,” jelasnya.
Jika tujuan utamanya adalah memperkecil idle cash dan meminimalkan salah tafsir publik, Josua menyarankan tiga langkah praktis. Pertama, penyelarasan definisi dan cut-off antarinstansi: apa yang disebut dana pemda di bank harus konsisten apakah mencakup giro, tabungan, deposito, dan rekening BLUD.
Kedua, publikasi berkala yang menautkan posisi kas dengan progres belanja sehingga lonjakan kas dapat dibaca sebagai jeda sementara sebelum pembayaran program, bukan indikasi lain.