Lingkar Studi Perjuangan: 10 Pemerintahan Jokowi Diduga Marak Praktik Miss Invoicing Capai Rp1.000 Triliun

Menteri Keuangan (Menkeu), Purbaya Yudhi Sadewa (tengah) didampingi Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara (ki
Menteri Keuangan (Menkeu), Purbaya Yudhi Sadewa (tengah) didampingi Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara (kiri) dan Thomas AM Djiwandono (kanan) di Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Senin (8/9/2025). (Foto: ANTARA/Dhemas Reviyanto/nym).
0 Komentar

ANALISIS dari Lingkar Studi Perjuangan, Gede Sandra mendukung langkah Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa membersihkan internal Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dan Direktorat Jenderal bea Cukai (DJBC) dari praktik mafia yang merugikan negara dalam jumlah super jumbo.

Selama 10 tahun pemerintahan Jokowi, diduga, marak praktik miss invoicing yang nilainya diperkirakan mencapai Rp1.000 triliun per tahun. Alhasil, negara kehilangan potensi penerimaan yang angkanya pastilah gede.

“Angka itu terjadi 2013-2024, atau dua periode pemerintahan Jokowi. Terjadi miss invoicing atau penyelewengan angka transaksi sebesar Rp1.000 triliun per tahun. Pantas saja, pada Desember 2016, Jokowi mengaku punya data simpanan duit orang Indonesia di luar negeri sebesar Rp11.000 triliun,” kata Gede di Jakarta, Rabu (22/10/2025).

Baca Juga:Ketika Manusia Bertanya dan Mengugat, Jokowi Sudah MenjawabnyaUsai Aksi Protes Penggerebekan Imigrasi, Los Angeles Rusuh Donald Trump Kirim Ribuan Garda Nasional

Gede menjelaskan, praktik invoicing terdiri dari dua jenis yakni under invoicing dan over invoicing. Kalau under itu, angka transaksinya dikecilin. Kalau over berarti digedein. Tujuannya sama, untuk menghindari pajak, PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak), bea keluar dan lain-lain.

“Modus under invoice itu adalah mengakali laporan transaksi seolah-olah kecil. Sehingga tidak kena pajak. Atau pajaknya rendah. Demikian pula sebaliknya,” ungkapnya.

Jika kebocoran sektor pajak dan bea cukai dari miss invoicing itu, bisa dicegah, tentunya sangat menguntungkan keuangan negara yang saat ini, benar-benar terbatas.

Misalnya bisa diselamatkan 20 persen, angkanya sekitar Rp200 triliun, sangat berguna untuk membiayai sejumlah program prioritas di pemerintahan Prabowo.

“Para menteri tak galau lagi soal pemangkasan anggaran, kepala daerah enggak mumet mikirin TKD berkurang. Program MBG, Kopdes dan Sekolah Rakyat berjalan lancar. Enggak perlu ribut soal anggaran, karena kas negara terisi penuh,” kata Gede.

Untuk itu, lanjut ekonom yang mengidolakan Rizal Ramli ini, sudah tepat jika Menkeu Purbaya melakukan bersih-bersih di lingkungan DJP dan DJBC. perlu darah segar di kedua lembaga itu. “Makanya kita mendukung seribu persen langkah bersih-bersih dari Menkeu Purbaya. Meski itu tak mudah karena akan banyak dinamikanya,” pungkasnya.

Sebelumnya, Menkeu Purbaya menyebut rencana bersih-bersih di Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dan Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Seluruh pegawai yang terbukti melanggar aturan yang berdampak kepada kerugian negara, bakal disikat.

0 Komentar