Migrasi politik seperti yang dilakukan Ahmad Ali, Rusdi Masse, dan lain-lain dapat dibaca melalui kerangka political opportunity structure. Ketika struktur peluang politik bergeser—misalnya karena berakhirnya rezim atau menurunnya daya tawar partai di lingkar kekuasaan—aktor-aktor rasional akan mencari saluran baru untuk mempertahankan relevansi dan pengaruh.
PSI, dengan kedekatan simboliknya pada Jokowi, menjadi kanal baru bagi energi politik yang merasa kehilangan tempat di NasDem pasca konfrontasi terbuka partai itu dengan “entitas petahana” pada masa pemilihan 2024.
Namun perpindahan ini tidak sekadar pragmatis. Ia juga menunjukkan dinamika psikologis di tubuh partai, antara loyalitas pada figur (Surya Paloh) dan loyalitas pada kekuasaan (Jokowi).
Baca Juga:Ketika Manusia Bertanya dan Mengugat, Jokowi Sudah MenjawabnyaUsai Aksi Protes Penggerebekan Imigrasi, Los Angeles Rusuh Donald Trump Kirim Ribuan Garda Nasional
Ketika pidato Jokowi yang dianggap “menyentuh” oleh Bestari Barus dijadikan alasan emosional untuk bergabung ke PSI, seakan terlihat bagaimana rasionalitas politik Indonesia kerap dilapisi oleh sentimentalitas relasi patron-klien.
Dalam konteks ini, “perang” antara NasDem dan PSI bukan sekadar pertarungan kursi, tetapi juga pertarungan narasi: siapa yang lebih otentik mewakili visi politik panutan sesungguhnya?
Secara konseptual, rivalitas tak terlihat NasDem–PSI krianya bisa dibaca melalui lensa intra-bloc competition, yakni kompetisi di dalam kubu yang sama. Keduanya tidak berdiri pada garis ideologis yang berlawanan, melainkan bersaing dalam ruang politik yang serupa: partai modernis, pro-kemajuan, dan berbasis kelas menengah perkotaan.
Bedanya, NasDem mengandalkan jaringan bisnis dan struktur organisasi matang yang dibangun sejak 2011, sementara PSI bertumpu pada political branding dan dukungan simbolik dari figur muda serta kelompok relawan Jokowi.
Konteks ini menjadikan PSI sangat strategis bagi kader lain NasDem yang santer dibicarakan seperti Ahmad Sahroni, yang dikenal memiliki jejaring bisnis dan pengaruh elektoral di wilayah urban.
PSI menyediakan panggung baru yang bersih dari beban sejarah, serta kesempatan membangun posisi politik baru di bawah bendera yang lebih dekat dengan kekuasaan.
Apabila Sahroni benar menjadi puncak eksodus kader NasDem, maka peristiwa ini bukan hanya soal kehilangan individu berpengaruh, melainkan soal beralihnya ekosistem modal—baik politik maupun ekonomi—yang dulu menopang NasDem.