BULAN Mei lalu, saat kunjungan Presiden Perancis Emmanuel Macron ke Indonesia, Presiden Prabowo Subianto memberikan pernyataan yang menuai perdebatan di kalangan publik, terutama di berbagai platform media sosial.
Presiden Prabowo dalam sambutannya menyerukan akan mengakui serta membuka hubungan diplomatik dengan Israel, dengan catatan negara tersebut mengakui berdirinya Negara Palestina.
Melalui keterangan persnya, Presiden Prabowo menyatakan dukungannya atas solusi dua negara (two-state solution) dalam penyelesaian konflik berkepanjangan antara Israel dengan Palestina, dengan mengedepankan jalan perdamaian antarkedua negara sesuai amanat konstitusi Undang-Undang Dasar 1945.
Baca Juga:Ketika Manusia Bertanya dan Mengugat, Jokowi Sudah MenjawabnyaUsai Aksi Protes Penggerebekan Imigrasi, Los Angeles Rusuh Donald Trump Kirim Ribuan Garda Nasional
Sontak hal tersebut mendapatkan reaksi beragam dari khalayak publik: ada yang mendukung, tapi ada juga yang tidak membenarkan dengan menganggap bahwa pengakuan atas berdirinya Negara Palestina tidaklah cukup.
Banyak pula yang menyalahartikan pernyataan yang dilontarkan oleh Presiden RI ke-8 tersebut sebagai bentuk dukungan terhadap tindakan agresi Israel di Jalur Gaza selama ini. Padahal dalam konteks pelaksanaan politik luar negeri Indonesia, apa yang disampaikan oleh Presiden Prabowo tersebut sebenarnya sudah sesuai sebagaimana diamanatkan UUD 1945, yang jelas menyatakan bahwa kemerdekaan ialah hak segala bangsa, termasuk bagi Bangsa Palestina.
Meskipun demikian, perlu pertimbangan matang sejauh mana pengakuan maupun pembukaan hubungan diplomatik dengan Negara Israel dapat memberikan keuntungan kepada Indonesia. Sejatinya, membuka hubungan diplomatik dengan suatu negara tidak hanya dapat membawa keuntungan dalam satu aspek, tetapi juga menimbulkan kerugian bagi aspek lain.
Penulis dalam kesempatan ini melakukan identifikasi serta analisis mendalam terhadap sisi plus dan minus yang akan didapat Indonesia, apabila hubungan diplomatik dengan Israel dapat terlaksana.
Sisi keuntungan pertama, yakni terbukanya potensi kerja sama di bidang ekonomi. Meskipun tidak memiliki hubungan diplomatik secara resmi, Indonesia sebetulnya telah sejak lama menjalin hubungan dagang dengan Israel, meskipun besaran nilainya tidak terlalu signifikan.
Indonesia bahkan tercatat memiliki hubungan dagang dengan Israel sejak tahun 1970-an dan masih berlangsung hingga saat ini. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatatkan hingga Januari 2025, komoditas Indonesia yang paling banyak diekspor ke Israel adalah kakao. Sedangkan komoditas yang paling banyak diimpor Indonesia dari negara tersebut ialah produk-produk farmasi.