Selain menjadi pengasuh pesantren, Abdus Salam Mujib juga memegang amanah penting dalam struktur organisasi Nahdlatul Ulama (NU), yaitu sebagai Rais Syuriyah Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Sidoarjo.
Jabatan Rais Syuriyah merupakan posisi tertinggi dalam struktur keagamaan NU di tingkat cabang, yang bertanggung jawab dalam pengambilan keputusan-keputusan penting keagamaan serta arah kebijakan organisasi di wilayahnya.
Selain itu, Abdus Salam Mujib juga pernah ditunjuk sebagai Ketua Dewan Syuro Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Jatim.
Abdus Salam Mujib Sebut Ambruknya Ponpes Al Khoziny Sebagai Takdir
Baca Juga:Ketika Manusia Bertanya dan Mengugat, Jokowi Sudah MenjawabnyaUsai Aksi Protes Penggerebekan Imigrasi, Los Angeles Rusuh Donald Trump Kirim Ribuan Garda Nasional
Ketika ditanya awak media terkait peristiwa ambruknya bangunan ponpes, Abdus Salam Mujib menjawab jika hal ini adalah takdir Tuhan yang harus diterima dengan sabar.
“Saya kira memang ini takdir dari Allah. Jadi semuanya harus bisa bersabar, mudah-mudahan diberi ganti oleh Allah yang lebih baik,” ucapnya dalam video yang banyak beredar di media sosial.
Ia menjelaskan bahwa bangunan yang roboh tersebut sebenarnya dirancang sebagai gedung tiga lantai, dan pada hari kejadian telah memasuki tahap pengecoran atap lantai tiga.
Bangunan itu direncanakan memiliki fungsi berbeda di setiap lantainya, dengan lantai pertama untuk musala, sedangkan lantai dua dan tiga akan difungsikan sebagai balai pertemuan.
Menurut Salam, proses renovasi gedung sudah berlangsung selama beberapa bulan terakhir. Adapun bangunan yang runtuh ini merupakan bagian akhir dari keseluruhan proyek renovasi di lingkungan pondok pesantren.
Sejarah Berdirinya Pondok Pesantren Al Khoziny Sidoarjo
Dilansir dari laman Nahdlatul Ulama (NU) Online, nama Ponpes Al Khoziny diambil dari pendirinya, KH Raden Khozin Khoiruddin. Pesantren ini lebih dikenal dengan sebutan Pesantren Buduran karena lokasinya di Desa Buduran.
Sebelum mendirikan Ponpes Al Khoziny, Kiai Khozin mengasuh salah satu pondok pesantren di Siwalan Panji. Awalnya, pondok di Buduran dibuat untuk kediaman putranya, KH Moch Abbas, yang baru kembali dari menuntut ilmu di Makkah selama kurang lebih sepuluh tahun.
Baca Juga:Sekjen DPR Sebut Terima Surat Forum Purnawirawan TNI soal Pemakzulan Gibran: Kami Teruskan ke PimpinanKetua Koperasi Al- Azariyah dan Pengawas Operasional Tersangka Insiden Longsor Tambang Galian C Gunung Kuda
Kedatangan KH Moch Abbas disambut baik masyarakat setempat, sehingga pondok ini berkembang menjadi pesantren. KH Moch Abbas meneruskan amanat Kiai Khozin, termasuk mengadakan khataman tafsir Jalalain, hingga pesantren semakin dikenal luas.