TIM Advokasi untuk Demokrasi (TAUD) mengecam keras proses hukum terhadap sejumlah aktivis dan pegiat media sosial yang dituduh sebagai penghasut dalam aksi demonstrasi 25–31 Agustus 2025. TAUD menilai langkah aparat penegak hukum ini memperkuat dugaan adanya operasi perburuan “kambing hitam” (scapegoating) untuk meredam situasi politik, alih-alih menyentuh akar masalah yang sebenarnya.
Proses hukum terhadap sejumlah aktivis tersebut juga dinilai sebagai bentuk kriminalisasi terhadap kebebasan berekspresi dan hak menyampaikan pendapat.
Pada Senin (1/9/2025), Direktur Lokataru Foundation, Delpedro Marhaen, ditangkap Subdit Kamneg Polda Metro Jaya atas tuduhan menghasut demonstrasi. Penangkapan serupa juga menimpa aktivis Muzzafar Salim (Lokataru), Syahdan Husein (admin Gejayan Memanggil), dan Khariq Anhar, aktivis mahasiswa asal Riau.
Baca Juga:Ketika Manusia Bertanya dan Mengugat, Jokowi Sudah MenjawabnyaUsai Aksi Protes Penggerebekan Imigrasi, Los Angeles Rusuh Donald Trump Kirim Ribuan Garda Nasional
“Tim advokasi menduga ini bukanlah penegakan hukum yang murni untuk mencari kebenaran dan keadilan, melainkan penegakan hukum yang kental nuansa agenda kepentingan lainnya. Pada titik inilah ini kami sebut sebagai kriminalisasi,” ujar Fadhil Alfathan, salah satu anggota TAUD, dalam konferensi pers di kantor LBH Jakarta, Sabtu (6/9/2025).
Ia menyoroti insiden tewasnya Affan Kurniawan serta 10 korban lainnya dalam aksi demonstrasi 25–31 Agustus 2025.
Namun, alih-alih mengusut kasus kekerasan dan mencari pihak yang bertanggung jawab, aparat justru dengan cepat menangkap mereka yang bersuara di media sosial dan menyampaikan aspirasi, lalu menuduh mereka sebagai penghasut.
“Alih-alih melihat itu sebagai persoalan dan mengusut siapa yang bertanggung jawab tapi yang ditangkap secara kilat adalah orang yang menyampaikan aspirasinya dan dituduh sebagai penghasut. Di sini kita melihat ada prioritas lain selain mencari kebenaran yaitu melakukan tindakan yang dinilai untuk menjaga stabilitas semata,” ujar Fadhil menambahkan.
Fadhil, yang juga merupakan Direktur LBH Jakarta, menilai penegakan hukum terhadap para aktivis ini masih prematur. Muncul dugaan adanya aktor lain yang menunggangi gerakan, termasuk aparatur negara dan intelijen, yang seharusnya diselidiki melalui proses pencarian fakta yang menyeluruh sebelum mengambil langkah hukum.
“Alih-alih mencari fakta itu, tapi buru-buru memburu orang yang dituduh sebagai dalang atau pengasut. Sehingga menjadi wajar ketika banyak orang menyampaikan penegakan hukum yang terjadi terhadap beberapa orang ini diduga kuat sebagai operasi pencarian kambing hitam,” ujarnya.