Meski terdengar sederhana, dampaknya besar. Pramuka selama ini dianggap sebagai salah satu wadah pembinaan karakter, kedisiplinan, dan kepemimpinan. Dengan status baru yang sukarela, banyak pihak khawatir partisipasi siswa akan turun drastis.
Dengan dihilangkannya kewajiban Pramuka, kegiatan Pramuka dikhawatirkan hanya akan menjadi formalitas, tidak lagi memiliki posisi penting dalam sistem pendidikan nasional.
Skripsi Tidak Wajib
Tak lama berselang, muncul gebrakan lain yang tak kalah menghebohkan. Pada 2023, Nadiem menerbitkan Permendikbudristek Nomor 53 yang menghapus skripsi sebagai syarat mutlak kelulusan mahasiswa sarjana dan D4. Tugas akhir boleh diganti dengan proyek, prototipe, atau karya lain sesuai karakter program studi.
Baca Juga:Ketika Manusia Bertanya dan Mengugat, Jokowi Sudah MenjawabnyaUsai Aksi Protes Penggerebekan Imigrasi, Los Angeles Rusuh Donald Trump Kirim Ribuan Garda Nasional
Bagi mahasiswa, kabar ini awalnya terdengar melegakan. Namun di dunia akademik, kebijakan tersebut langsung memicu kontroversi. Skripsi yang selama ini telah dipandang sebagai tradisi akademik yang penting, karena melatih mahasiswa meneliti, berpikir kritis, dan menulis ilmiah. Karena aturan baru tersebut, banyak pihak khawatir standar akademik lulusan menjadi tidak jelas apalagi setiap kampus bebas menafsirkan bentuk tugas akhir yang berbeda-beda.
Kenaikan UKT
Isu paling panas di tahun 2024 datang dari kebijakan kenaikan Uang Kuliah Tunggal (UKT) di sejumlah perguruan tinggi negeri. Rencana ini sontak memicu gelombang protes mahasiswa di berbagai daerah. Demonstrasi berlangsung masif, dengan spanduk dan orasi yang menggema di kampus-kampus besar. Kritik muncul karena kenaikan biaya dinilai terlalu membebani keluarga, terutama di tengah kondisi ekonomi yang belum sepenuhnya pulih.
Sorotan publik bukan hanya pada besaran kenaikan, tetapi juga transparansi. Mahasiswa mempertanyakan kejelasan perhitungan UKT, sementara orang tua merasa terbebani tanpa adanya peningkatan fasilitas yang sepadan. Isu ini cepat menjadi sensitif, hingga memaksa Presiden Joko Widodo turun tangan.
Akhirnya, Mendikbudristek Nadiem Makarim memutuskan membatalkan kenaikan UKT pada tahun tersebut. Keputusan ini diambil setelah ia bertemu dengan para rektor dan mendengar aspirasi dari berbagai pihak. Dalam keterangannya seusai menemui Presiden di Istana Kepresidenan pada 27 Mei 2024, Nadiem menegaskan bahwa tidak ada mahasiswa yang akan terdampak kebijakan kenaikan UKT tahun itu.