Duduk Perkara OTT Dugaan Korupsi Suap Sektor Kehutanan yang Jerat Petinggi Inhutani V

KPK menahan tiga tersangka yang terjaring dalam operasi tangkap tangan terkait kasus dugaan suap pada kerja sa
KPK menahan tiga tersangka yang terjaring dalam operasi tangkap tangan terkait kasus dugaan suap pada kerja sama pengelolaan kawasan hutan di Jakarta, Kamis (14/8/2025).
0 Komentar

KPK menjelaskan mengenai OTT dugaan tindak pidana korupsi suap sektor kehutanan terkait kerja sama pengelolaan kawasan hutan yang menjerat petinggi Inhutani V. KPK menyita sejumlah barang bukti dalam perkara itu.

Dalam kegiatan tangkap tangan itu, KPK mengamankan 9 orang di empat lokasi yaitu Jakarta, Depok, Bekasi, dan Bogor. Mereka yang terjaring OTT yaitu Dicky Yuana Rady (Direktur Utama PT Inhutani/IHN V), Raffles (Komisaris PT INH), Djunaidi (Direktur PT Paramitra Mulia Langgeng/PML), Joko (SB Grup), Arvin (staf PT PML), Sudirman (staf PT PML), Aditya (staf perizinan SB Grup), Bakhrizal Bakri (Mantan Direktur PT INH), Yuliana (Sekretaris DJN).

Dari OTT itu, Tim KPK menyita sejumlah barang bukti, berupa uang tunai senilai 189 ribu dolar Singapura (atau sekitar Rp 2,4 miliar – kurs hari ini), uang tunai senilai Rp 8,5 juta, 1 (satu) unit mobil RUBICON di rumah DIC; serta 1 (satu) unit mobil Pajero milik DIC di rumah ADT.

Baca Juga:Ketika Manusia Bertanya dan Mengugat, Jokowi Sudah MenjawabnyaUsai Aksi Protes Penggerebekan Imigrasi, Los Angeles Rusuh Donald Trump Kirim Ribuan Garda Nasional

“PT INH memiliki hak areal yang berlokasi di Provinsi Lampung seluas ±56.547 Ha. Dimana total seluas ±55.157 Ha diantaranya dikerjasamakan dengan PT PML melalui Perjanjian Kerjasama (PKS),” kata Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu kepada wartawan, Kamis (14/8/2025).

Dari PKS itu meliputi wilayah: 1) Register 42 (Rebang) seluas ±12.727 Ha; 2) Register 44 (Muaradua) seluas ±32.375 Ha; dan 3) Register 46 (Way Hanakau) seluas ±10.055 Ha.

Pada tahun 2018, terdapat permasalahan hukum atas kerja sama antara PT INH dan PT PML dimana PT PML tidak melakukan kewajiban membayar PBB periode tahun 2018-2019 senilai Rp 2,31 miliar, dan pinjaman dana reboisasi senilai Rp 500 juta per tahun. Bahkan belum memberi laporan pelaksanaan kegiatan kepada PT INH per bulannya.

“Kemudian pada Juni 2023, berdasarkan keputusan Mahkamah Agung (MA) yang telah inkracht atas permasalahan hukum antara PT INH dan PT PML menjelaskan bahwa PKS yang telah diubah pada tahun 2018 antara kedua belah pihak masih berlaku dan PT PML wajib membayar ganti rugi sebesar Rp 3,4 miliar,” ujar Asep.

Meskipun dengan berbagai permasalahan tersebut, pada awal 2024, PT PML tetap berniat melanjutkan kerja sama dengan PT INH untuk kembali mengelola kawasan hutan di lokasi register 42, register 44, dan register 46 berdasarkan PKS kedua belah pihak yang telah diubah pada tahun 2018.

0 Komentar