CHINA terus menelurkan berbagai inisiatif untuk memperkuat hubungan dagangnya dengan Asia Tenggara (ASEAN). Salah satu langkah yang diambil adalah melalui pengembangan pelabuhan besar di Brunei Darussalam.
China memilih lokasi ini untuk membangun pelabuhan demi meningkatkan ekspor, terutama di tengah ketegangan perdagangan dengan Amerika Serikat (AS).
Menurut informasi yang dikutip dari South China Morning Post, Dewan Pengembangan Ekonomi Brunei mengungkapkan bahwa pelabuhan terbesar di negara tersebut adalah pelabuhan di Muara. Pelabuhan ini akan dikembangkan melalui kerja sama dengan perusahaan milik negara China.
Baca Juga:Ketika Manusia Bertanya dan Mengugat, Jokowi Sudah MenjawabnyaUsai Aksi Protes Penggerebekan Imigrasi, Los Angeles Rusuh Donald Trump Kirim Ribuan Garda Nasional
Pembangunan pelabuhan ini telah dimulai dan ditargetkan untuk meningkatkan kapasitas fasilitas menjadi lebih dari 500.000 unit setara 20 kaki (TEU). Proyek ini memerlukan investasi sebesar 2 miliar Yuan atau setara USD 278 juta, yang jika dikonversikan ke dalam rupiah mencapai sekitar Rp4,5 triliun.
Proyek ini sedang berjalan dan direncanakan akan selesai pada akhir tahun 2027, sebagaimana dilaporkan oleh kantor berita Xinhua.
Asia Tenggara menjadi kawasan strategis bagi China, terutama sejak dimulainya perang dagang, karena negara dengan ekonomi terbesar kedua ini sangat bergantung pada ekspor yang terus meningkat ke wilayah tersebut untuk mengurangi dampak dari tarif yang dikenakan oleh AS.
Data bea cukai China menunjukkan bahwa pengiriman barang ke negara-negara ASEAN mengalami peningkatan sebesar 16,6 persen dibandingkan tahun lalu, sementara ekspor ke AS justru mengalami penurunan lebih dari 20 persen secara tahunan.
Hal ini menunjukkan bahwa China berusaha untuk memperkuat posisinya di pasar Asia Tenggara sebagai langkah strategis dalam menghadapi tantangan perdagangan global.
Tantangan Dihadapi China
Ekspor China ke negara-negara Asia Tenggara mengalami lonjakan yang memicu kekhawatiran di Amerika Serikat. Washington telah berusaha menekan pemerintah-pemerintah Asia Tenggara untuk menghentikan pengiriman ulang barang-barang yang berasal dari China selama beberapa bulan terakhir.
Data yang menunjukkan pertumbuhan perdagangan China memperlihatkan fluktuasi yang signifikan dalam beberapa tahun terakhir. Terutama, pada Februari 2021, terdapat lonjakan drastis dalam ekspor dan impor dalam denominasi dolar Amerika (USD), di mana ekspor tumbuh hingga 155 persen secara tahunan. Ini merupakan kenaikan tertinggi yang tercatat dalam periode tersebut.