SEJAK Senin (11/8/2025) lalu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mulai mencegah mantan menteri agama (menag) RI Yaqut Cholil Qoumas bepergian ke luar negeri. Cegah dan tangkal (cekal) ini berkaitan dengan kasus dugaan korupsi dalam penentuan kuota dan penyelenggaraan ibadah haji pada Kementerian Agama (Kemenag) RI periode 2023-2024.
Menurut Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu, ada sejumlah dokumen yang menjadi barang bukti dalam pengusutan kasus tersebut. Salah satunya adalah Surat Keputusan (SK) Menteri Agama Nomor 130 Tahun 2024 tentang Kuota Haji Tambahan Tahun 1445 Hijriah/2024 Masehi. SK tersebut diketahui ditandatangani oleh Yaqut Cholil Qoumas sebagai menag RI pada saat itu.
“Itu menjadi salah satu bukti,” ujar Asep Guntur Rahayu di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, dilansir Antara pada Selasa (12/8/2025).
Baca Juga:Ketika Manusia Bertanya dan Mengugat, Jokowi Sudah MenjawabnyaUsai Aksi Protes Penggerebekan Imigrasi, Los Angeles Rusuh Donald Trump Kirim Ribuan Garda Nasional
Ia mengonfirmasi bahwa SK itu ditandatangani Yaqut Cholil Qoumas pada tanggal 15 Januari 2024. Bagaimanapun, sambung Asep, pihaknya tak berhenti pada SK itu saja. Sebab, KPK masih mencari bukti-bukti lain yang dapat menguatkan dugaan tindak pidana korupsi pada kasus tersebut.
“Kami juga akan memperdalam bagaimana proses dari SK itu terbit, karena umumnya pada jabatan setingkat menteri, yang bersangkutan apakah memang merancang SK itu sendiri atau SK itu sudah jadi,” katanya.
“Apakah ini usulan dari bottom-up (bawahan ke atasan), atau ini memang perintah dari top-down (atasan ke bawahan)? Itu yang sedang kami dalami,” sambung Asep.
Berdasarkan SK Menag Nomor 130 Tahun 2024, Kemenag RI menetapkan bahwa “Kuota Haji Tambahan Tahun 1445 Hijriah/2024 Masehi sejumlah 20.000 (dua puluh ribu) orang.”
Besaran itu pun terdiri atas: “(a) kuota haji reguler sejumlah 10.000 (sepuluh ribu) orang; dan (b) kuota haji khusus sejumlah 10.000 (sepuluh ribu) orang.”
Masih menurut SK yang sama, penentuan peruntukan kuota haji tambahan itu didasarkan pada “pertimbangan proporsi jumlah daftar tunggu” jamaah haji antar-provinsi dan/atau kabupaten kota.
Inilah yang lantas dipersoalkan parlemen. Pansus Angket Haji DPR RI untuk tahun 2024, misalnya, menilai bahwa pembagian kuota 50:50 pada alokasi sebanyak 20 ribu kuota tambahan yang diberikan Kerajaan Arab Saudi adalah janggal.