Tahun ini, Kementerian Kesehatan mengalokasikan Rp4,5 triliun untuk meningkatkan kualitas RSUD dari tipe D menjadi tipe C di berbagai daerah, termasuk RSUD Koltim yang dibiayai dari Dana Alokasi Khusus (DAK) bidang kesehatan. Namun, proyek strategis ini diduga disalahgunakan untuk kepentingan pribadi sejumlah pihak.
Kronologi kasus bermula pada Desember 2024, ketika pihak Kemenkes bertemu lima konsultan perencana membahas Basic Design RSUD yang didanai DAK. Pekerjaan desain untuk 12 RSUD, termasuk RSUD Koltim, dibagikan secara penunjukan langsung dan dikerjakan oleh Nugroho Budiharto.
Pada Januari 2025, Pemkab Koltim dan Kemenkes mengatur lelang pembangunan RSUD tipe C di Koltim. Ageng Dermanto diduga memberikan sejumlah uang kepada Andi Lukman Hakim. Tak lama kemudian, Abdul Azis bersama pejabat daerah lainnya diduga mengatur agar PT Pilar Cerdas Putra memenangkan lelang. Pada Maret 2025, kontrak pekerjaan senilai Rp126,3 miliar ditandatangani antara Pemkab Koltim dan PT PCP.
Baca Juga:Ketika Manusia Bertanya dan Mengugat, Jokowi Sudah MenjawabnyaUsai Aksi Protes Penggerebekan Imigrasi, Los Angeles Rusuh Donald Trump Kirim Ribuan Garda Nasional
Modus suap mulai berjalan pada April 2025, saat Ageng Dermanto memberikan uang Rp30 juta kepada Andi Lukman Hakim di Bogor. Pada Mei–Juni 2025, PT PCP menarik dana Rp2,09 miliar, yang sebagian (Rp500 juta) diberikan kepada Ageng Dermanto di lokasi proyek. Permintaan commitment fee sebesar 8% dari nilai proyek atau sekitar Rp9 miliar pun muncul. Pada Agustus 2025, Deddy Karnady menarik cek Rp1,6 miliar yang diserahkan kepada Ageng Dermanto, lalu diteruskan kepada staf Abdul Azis untuk kepentingan pribadi bupati.
Saat OTT, KPK mengamankan uang tunai Rp200 juta sebagai bagian dari commitment fee tersebut. Berdasarkan bukti permulaan, KPK menetapkan Abdul Azis, Andi Lukman Hakim, dan Ageng Dermanto sebagai pihak penerima suap, serta Deddy Karnady dan Arif Rahman sebagai pihak pemberi.
DK dan AR disangka melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b, atau Pasal 13 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Sedangkan ABZ, AGD, dan ALH disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau b, atau Pasal 11 dan Pasal 12B UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
KPK menegaskan penindakan ini juga menjadi langkah pencegahan agar proyek pembangunan rumah sakit dan program Quick Wins lainnya tidak disalahgunakan. Melalui koordinasi dan supervisi, KPK terus mendorong perbaikan tata kelola sektor kesehatan di pusat maupun daerah.