Tahun ini, Kementerian Kesehatan mengalokasikan Rp4,5 triliun untuk meningkatkan kualitas RSUD dari tipe D menjadi tipe C di berbagai daerah, salah satunya RSUD Kolaka Timur yang didanai dari Dana Alokasi Khusus (DAK) bidang kesehatan. Namun, proyek strategis ini diduga disalahgunakan untuk kepentingan pribadi sejumlah pihak.
Dalam OTT tersebut, KPK mengamankan 12 orang. Di Kendari, yang diamankan antara lain Ageng Dermanto (PPK proyek RSUD Koltim), Harry Ilmar (PPTK), Nova Ashtreea (staf PT PCP), dan Danny Adirekson (Kasubbag TU Pemkab Koltim). Di Jakarta, KPK mengamankan Andi Lukman Hakim (PIC Kemenkes), Deddy Karnady (PT PCP), Nugroho Budiharto (PT Patroon Arsindo), Arif Rahman (KSO PT PCP), Aswin (KSO PT PCP), dan Cahyana (KSO PT PCP). Sementara di Makassar, Bupati Koltim Abdul Aziz dan ajudannya, Fauzan, turut diamankan.
Kronologi perkara ini bermula pada Desember 2024, saat pihak Kemenkes bertemu lima konsultan perencana membahas Basic Design RSUD yang didanai DAK. Pekerjaan desain untuk 12 RSUD, termasuk RSUD Koltim, dibagikan secara penunjukan langsung. Proyek desain RSUD Koltim dikerjakan oleh Nugroho Budiharto.
Baca Juga:Ketika Manusia Bertanya dan Mengugat, Jokowi Sudah MenjawabnyaUsai Aksi Protes Penggerebekan Imigrasi, Los Angeles Rusuh Donald Trump Kirim Ribuan Garda Nasional
Pada Januari 2025, Pemkab Koltim dan Kemenkes mengatur lelang pembangunan RSUD tipe C di Koltim. Ageng Dermanto diduga memberikan sejumlah uang kepada Andi Lukman Hakim. Tak lama, Abdul Azis bersama pejabat daerah lainnya diduga mengatur agar PT Pilar Cerdas Putra memenangkan lelang. Pada Maret 2025, kontrak pekerjaan senilai Rp126,3 miliar ditandatangani antara Pemkab Koltim dan PT PCP.
Modus suap mulai berjalan pada April 2025, saat Ageng Dermanto memberikan uang Rp30 juta kepada Andi Lukman Hakim di Bogor. Pada Mei–Juni 2025, PT PCP menarik dana Rp2,09 miliar, yang sebagian (Rp500 juta) diberikan kepada Ageng Dermanto di lokasi proyek. Permintaan commitment fee sebesar 8% dari nilai proyek atau sekitar Rp9 miliar pun muncul. Pada Agustus 2025, Deddy Karnady menarik cek Rp1,6 miliar yang diserahkan kepada Ageng Dermanto, lalu diteruskan kepada staf Abdul Azis untuk kepentingan pribadi bupati.
Saat OTT, KPK mengamankan uang tunai Rp200 juta sebagai bagian dari commitment fee tersebut. Berdasarkan bukti permulaan yang cukup, KPK menetapkan Abdul Azis, Andi Lukman Hakim, dan Ageng Dermanto sebagai pihak penerima suap, serta Deddy Karnady dan Arif Rahman sebagai pihak pemberi.