JAKSA penuntut umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap modus yang digunakan tiga terdakwa kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas pembiayaan dari Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI). Perbuatan mereka diduga merugikan keuangan negara hampir Rp 1 triliun atau tepatnya Rp 958 miliar.
Ketiga terdakwa tersebut adalah Newin Nugroho (presiden direktur PT Petro Energy), Susy Mira Dewi Sugiarta (direktur PT Petro Energy), dan Jimmy Marsin (komisaris utama sekaligus penerima manfaat PT Petro Energy).
Dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat pada Jumat (8/8/2025), jaksa membeberkan bahwa para terdakwa menggunakan purchase order (PO) dan invoice fiktif untuk mencairkan fasilitas kredit dari LPEI.
Baca Juga:Ketika Manusia Bertanya dan Mengugat, Jokowi Sudah MenjawabnyaUsai Aksi Protes Penggerebekan Imigrasi, Los Angeles Rusuh Donald Trump Kirim Ribuan Garda Nasional
Awalnya, terdakwa Jimmy Marsin bersama Newin Nugroho dan Susy Mira Dewi Sugiarta melakukan serangkaian pertemuan dengan pegawai Divisi Pembiayaan LPEI. Pertemuan ini bertujuan mengajukan fasilitas kredit untuk bisnis penjualan dan distribusi bahan bakar minyak (BBM) jenis high speed diesel (HSD).
“Tujuannya agar PT Petro Energy mendapatkan fasilitas pembiayaan dengan dalih mengembangkan usaha penjualan dan distribusi BBM jenis high speed diesel,” ujar jaksa.
Para terdakwa mengajukan tiga fasilitas kredit dengan total hampir Rp 1 triliun, terdiri atas:
- Kredit Modal Kerja Ekspor 1 (KMKE 1) sebesar US$ 22 juta.
- Kredit Modal Kerja Ekspor 2 (KMKE 2) sebesar Rp 400 miliar.
- KMKE 2 tambahan sebesar Rp 200 miliar.
Untuk mencairkan ketiga fasilitas tersebut, Susy Mira Dewi Sugiarta memerintahkan Sandera Para Rino dan Reymond Sulaiman untuk menyiapkan dokumen PO dan invoicefiktif.
Meski pengajuan disetujui dan dana dicairkan, jaksa menyatakan penggunaannya tidak sesuai dengan tujuan pemberian fasilitas kredit. Dana tersebut justru digunakan untuk pencairan kredit investasi ekspor, pembayaran pinjaman, penempatan deposito, dan dialirkan ke berbagai rekening perusahaan lain.
“Fasilitas pembiayaan itu disalahgunakan oleh para terdakwa,” tegas jaksa.
Akibat perbuatannya, ketiga terdakwa dijerat Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Tipikor, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, dan juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.