KEMENTERIAN Luar Negeri Malaysia, yang akrab disapa Wisma Putra, baru-baru ini membuat pernyataan kontroversial. Mereka resmi mengumumkan bahwa Malaysia akan merujuk wilayah Blok Ambalat sebagai ‘Laut Sulawesi’.
Pernyataan ini sontak memicu tanda tanya besar di tengah hubungan bilateral yang tengah berupaya mencari jalan keluar atas sengketa maritim yang tak kunjung usai.
Keputusan ini bukanlah tanpa alasan. Jauh sebelum pengumuman resmi, Menteri Luar Negeri Malaysia Datuk Seri Mohamad Hasan sudah menyinggung isu ini di hadapan parlemen negaranya. Ia berargumen bahwa klaim Malaysia atas wilayah tersebut diperkuat oleh beberapa hal.
Baca Juga:Ketika Manusia Bertanya dan Mengugat, Jokowi Sudah MenjawabnyaUsai Aksi Protes Penggerebekan Imigrasi, Los Angeles Rusuh Donald Trump Kirim Ribuan Garda Nasional
Pertama, posisi maritim Malaysia di wilayah Laut Sulawesi didasarkan pada Peta Baru 1979 yang mereka klaim sebagai rujukan utama.
Kedua, putusan Mahkamah Internasional (ICJ) pada tahun 2002 terkait kepemilikan Pulau Sipadan dan Ligitan dianggap semakin mengukuhkan klaim tersebut.
Alasan di Balik Klaim Laut Sulawesi
Dalam pidatonya, Mohamad Hasan menjelaskan mengapa mereka menolak istilah ‘Ambalat’.
“Saya ingin menarik perhatian Dewan yang Terhormat terhadap penggunaan istilah ‘Ambalat’ oleh Indonesia. Klaim mereka mencakup sebagian Laut Sulawesi, yang meliputi Blok ND6 dan ND7,” katanya, seperti dikutip dari New Straits Times.
Ia melanjutkan, “Malaysia menyatakan bahwa blok-blok ini berada di wilayah kedaulatan kami, berdasarkan hukum internasional. Oleh karena itu, rujukan yang lebih akurat, konsisten dengan posisi Malaysia, adalah Laut Sulawesi –bukan ‘Ambalat’.”
Pernyataan ini jelas menegaskan posisi Malaysia yang bersikukuh bahwa wilayah yang disengketakan adalah bagian dari kedaulatan mereka. Mereka beranggapan bahwa penggunaan nama ‘Laut Sulawesi’ lebih akurat dan mencerminkan hak hukum Malaysia. Negosiasi Masih Terbuka
Meskipun demikian, Wisma Putra menegaskan bahwa negosiasi batas maritim dengan Indonesia terus berjalan. Proses ini sudah berlangsung melalui Pertemuan Teknis sejak 2005 dan selalu dilaporkan dalam Komisi Gabungan untuk Kerja Sama Bilateral serta Konsultasi Pemimpin Tahunan kedua negara.
“Malaysia tetap berkomitmen untuk menyelesaikan klaim tumpang tindih dengan Indonesia secara damai, melalui jalur diplomatik dan hukum. Kedua pihak masih menjajaki kemungkinan kerja sama (pengelolaan bersama), dan belum ada yang difinalisasi,” ucap Mohamad Hasan.