- Pengadaan lahan tidak direncanakan dalam RKAP (Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan) tahun 2018;
- Risalah rapat direksi dibuat secara backdate, padahal rapat yang dimaksud tidak pernah digelar;
- Tidak ada Standar Operasional Prosedur (SOP) pengadaan lahan;
- Tidak dilakukan penilaian nilai wajar tanah oleh Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP);
- Tidak ada rencana bisnis atas tanah yang dibeli.
Hingga tahun 2020, PT Hutama Karya telah membayarkan total Rp205,14 miliar kepada PT Sanitarindo Tangsel Jaya (PT STJ) untuk pembelian 32 bidang lahan SHGB atas nama PT STJ di Bakauheni dan 88 bidang SHGB atas nama warga di Kalianda.
Namun, hingga kini lahan-lahan tersebut belum dapat dialihkan atau dikuasai oleh PT Hutama Karya, sehingga negara tidak memperoleh manfaat apa pun dari pembelian tersebut.
Berdasarkan perhitungan kerugian negara oleh BPKP, total kerugian mencapai Rp205,14 miliar. Rinciannya: Rp133,73 miliar atas pembayaran untuk lahan di Bakauheni dan Rp71,41 miliar untuk lahan di Kalianda.
Baca Juga:Ketika Manusia Bertanya dan Mengugat, Jokowi Sudah MenjawabnyaUsai Aksi Protes Penggerebekan Imigrasi, Los Angeles Rusuh Donald Trump Kirim Ribuan Garda Nasional
Dalam proses penyidikan, KPK telah menyita aset tak bergerak, yakni 122 bidang tanah di Bakauheni dan Kalianda yang menjadi objek perkara,13 bidang tanah milik Iskandar Zulkarnaen (IZ) dan PT STJ, dan 1 unit apartemen di kawasan Bintaro, Tangerang Selatan.
Atas perkara tersebut, para tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.