KEMENTERIAN Luar Negeri Malaysia mengumumkan secara resmi bahwa mereka akan menggunakan nama ‘Laut Sulawesi’ untuk merujuk pada wilayah Blok Ambalat.
Pernyataan ini dikeluarkan di tengah pembahasan kedua negara mengenai kemungkinan pengelolaan bersama (joint development) di wilayah yang telah lama menjadi sengketa antara Indonesia dan Malaysia.
Wisma Putra, sebutan untuk Kementerian Luar Negeri Malaysia, dalam pernyataan resminya pada Selasa (5/8/2025), berdalih bahwa keputusan Mahkamah Internasional (ICJ) pada tahun 2002 terkait sengketa kepemilikan Pulau Sipadan dan Ligitan semakin menguatkan posisi maritim Malaysia di wilayah tersebut.
Baca Juga:Ketika Manusia Bertanya dan Mengugat, Jokowi Sudah MenjawabnyaUsai Aksi Protes Penggerebekan Imigrasi, Los Angeles Rusuh Donald Trump Kirim Ribuan Garda Nasional
“Kementerian Luar Negeri menggarisbawahi bahwa setiap terminologi harus digunakan dengan benar dan mencerminkan kedaulatan dan hak hukum Malaysia atas wilayah yang bersangkutan,” demikian bunyi pernyataan tersebut.
Negosiasi Pengelolaan Bersama di Tengah Perbedaan
Meski telah mengambil langkah unilateral dalam penamaan wilayah, Malaysia menyatakan tetap membuka diri untuk berdialog. Wisma Putra menegaskan bahwa pembahasan mengenai pengelolaan bersama antara Malaysia dan Indonesia di Blok Ambalat masih dalam tahap negosiasi dan belum ada kesepakatan final dari kedua pihak.
“Belum ada yang disepakati dari kedua pihak,” kata Wisma Putra.
Lebih lanjut, Malaysia berkomitmen untuk melindungi kedaulatan, hak berdaulat, dan kepentingannya berdasarkan Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS) 1982. Mereka menekankan bahwa semua pembahasan terkait hal ini akan dilakukan melalui mekanisme diplomatik, hukum, dan teknis dalam kerangka bilateral yang telah ditetapkan.
Pernyataan dari Malaysia ini mencuat ke permukaan setelah isu Blok Ambalat dibahas dalam pertemuan antara Presiden Prabowo Subianto dan Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim di Istana Merdeka pada 27 Juni lalu.
Dalam pertemuan tersebut, kedua pemimpin sepakat untuk menjajaki kerja sama ekonomi melalui mekanisme pengelolaan bersama.
“Contoh masalah Ambalat, kita sepakat sambil kita saling menyelesaikan masalah-masalah hukum, kita juga ingin mulai dengan kerja sama ekonomi yang kita sebut joint development,” ujar Presiden Prabowo.
Senada dengan Prabowo, Perdana Menteri Anwar Ibrahim juga sepakat bahwa permasalahan ini harus segera diselesaikan. Ia menekankan pentingnya memanfaatkan waktu yang ada untuk mendapatkan hasil yang menguntungkan bagi kedua negara, tanpa harus menunggu sengketa hukum selesai sepenuhnya.