Usaha-usaha kemudian dilakukan untuk memulihkan hubungan kedua negara, terutama setelah terbentuknya ASEAN pada 8 Agustus 1967.
“Dengan terbentuknya ASEAN yang beranggotakan lima negara, terdapat kesepakatan diam-diam antara Malaysia dan Filipina bahwa masalah ini ditunda demi kepentingan solidaritas regional, dan mereka sepakat bahwa masalah ini pada akhirnya harus diselesaikan melalui ASEAN,” tulis Paridah Abd. Samad dan Darusalam Abu Bakar dalam “Malaysia-Philippines Relations: The Issue of Sabah” yang terbit dalam Asian Survey (Vol. 32, No. 6, 1992).
Namun, pada September 1967, hubungan antara Malaysia dan Filipina kembali memburuk. Gara-garanya adalah Pemerintah Filipina—saat itu dipimpin Ferdinand Marcos Sr.-memberlakukan Republic Act 5546 atau Senate Bill No. 954 yang memasukkan Sabah sebagai bagian dari wilayah Filipina.
Baca Juga:Ketika Manusia Bertanya dan Mengugat, Jokowi Sudah MenjawabnyaUsai Aksi Protes Penggerebekan Imigrasi, Los Angeles Rusuh Donald Trump Kirim Ribuan Garda Nasional
Langkah sepihak Filipina tersebut tentu saja memicu reaksi keras dari Malaysia.
“Tindakan Presiden Marcos ini sama saja dengan pengingkaran terhadap keutuhan Malaysia. Tentu saja di Malaysia—dan di negara lain—hal ini dipandang sebagai tindakan yang provokatif,” tulis H.G. Tregonning dalam “The Philippine Claim to Sabah” yang terbit dalam Journal of the Malaysian Branch of the Royal Asiatic Society (Vol. 43, No. 1, 1970).
Tiga negara pendiri ASEAN yang lain, yaitu Indonesia, Thailand, dan Singapura, sangat berhati-hati dalam menghadapi masalah antara Malaysia dengan Filipina ini.
“Ketiganya menghindari untuk berkomentar secara langsung tentang perselisihan yang terjadi dan mengusahakan pertemuan untuk menyelesaikan masalah tersebut,” ungkap Amitav Acharya dalam The Making of Southeast Asia (2012).
Hal ini sesuai dengan prinsip ASEAN yang mengutamakan penyelesaian sengketa melalui dialog. Pada 1968, forum Menteri Luar Negeri ASEAN mengadakan dua kali pertemuan untuk mencari jalan keluar atas sengketa Malaysia dan Filipina serta memperbaiki hubungan kedua negara.
Hasilnya, Malaysia dan Filipina bersepakat untuk kembali menjalin hubungan diplomatik. Keduanya juga setuju untuk tidak akan membahas lagi masalah Sabah. Hal tersebut terjadi karena sikap pemerintah Filipina yang mulai melunak.
“Pemerintah Filipina beranggapan bahwa jika mereka terus bersikeras dalam masalah klaim Sabah, hubungan mereka dengan negara ASEAN yang lain juga akan memburuk,” tambah Acharya (2012).