Akibatnya, lebih dari 100 ribu orang tewas dan jutaan lainnya luka-luka. Lalu, sekitar 570 ribu bangunan hancur. Kerugian mencapai 5,5 miliar yen hingga memicu Krisis Keuangan Jepang pada tahun 1927.
Atas dasar ini, Gempa Kanto 1923 menjadi salah satu bencana terparah pada abad ke-20. Namun, bencana besar tersebut menjadi titik balik. Masyarakat dan pemerintah Jepang menyadari kekuatan gempa memang tak bisa dikendalikan, tapi dampaknya bisa dikurangi melalui kesiapan dan pengetahuan.
Sejak saat itu, Jepang mulai membenahi sistem mitigasinya. Pendidikan kebencanaan dimasukkan ke dalam kurikulum sekolah. Anak-anak diajarkan cara melindungi diri, berpikir cepat saat bencana, dan membantu sesama dalam evakuasi. Kegiatan ini dilakukan rutin setiap bulan agar menjadi bagian dari kebiasaan.
Baca Juga:Ketika Manusia Bertanya dan Mengugat, Jokowi Sudah MenjawabnyaUsai Aksi Protes Penggerebekan Imigrasi, Los Angeles Rusuh Donald Trump Kirim Ribuan Garda Nasional
Pemerintah juga menetapkan aturan baru dalam pembangunan infrastruktur. Semua bangunan harus tahan gempa dan dilengkapi jalur evakuasi. Di wilayah-wilayah rawan, dipasang alat pendeteksi gempa untuk mempercepat respons saat bencana terjadi.
Perubahan budaya ini tentu saja tidak instan. Butuh waktu dan konsistensi bertahun-tahun hingga masyarakat benar-benar tangguh menghadapi gempa.
Kini, hasilnya bisa dilihat dengan jelas. Jepang dikenal sebagai negara paling siap menghadapi gempa, seperti terjadi pada Gempa M8,7 di Kamchatka, Rabu (30/7/2025).