HUBUNGAN dua mantan presiden, Joko Widodo (Jokowi) dan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menjadi sorotan di tengah isu kasus dugaan ijazah palsu didalangi ‘Partai Biru’ yang dikaitkan dengan Partai Demokrat.
Kendati keduanya belum memberikan pernyataan terbuka terkait polemik ijazah palsu tersebut, akan tetapi hubungan Jokowi dan SBY bak orang pacaran. Kerap pasang surut. Keduanya terkadang tampak mesra, namun sering kali antara pihak Jokowi dan SBY saling tuding dan berseteru.
Saat masa transisi contohnya, SBY dengan terbuka menerima Jokowi yang dinyatakan sebagai pemenang pemilu untuk datang ke istana. SBY dengan ‘mesra’ mengajak Jokowi bersama timnya untuk jalan-jalan keliling istana sekedar memberikan informasi, ada apa dan bagaimana kondisi istana.
Baca Juga:Ketika Manusia Bertanya dan Mengugat, Jokowi Sudah MenjawabnyaUsai Aksi Protes Penggerebekan Imigrasi, Los Angeles Rusuh Donald Trump Kirim Ribuan Garda Nasional
Namun, hubungan Jokowi dan SBY kembali memanas pasca Menteri ESDM Sudirman Said mengeluarkan statemen yang dinilai menyudutkan pemerintahan SBY. Sudirman menyebut persoalan mafia migas selalu selesai jika sudah sampai di meja SBY saat ketua umum Partai Demokrat itu menjadi penguasa.
Komentar ini pun menuai pro dan kontra di berbagai kalangan. Khususnya bagi kader-kader Demokrat yang tak terima SBY dituding, membela habis-habisan dan menuntut Sudirman untuk segera meminta maaf secara terbuka kepada SBY.
Pasang surut hubungan SBY dan Jokowi dari mulai soal subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) sampai mafia migas, dihimpun delik, Selasa (29/7):
Jokowi Minta SBY Naikkan BBM
Di awal pemerintahannya, Jokowi terpaksa menelam pil pahit. Jokowi harus menaikkan harga BBM bersubsidi. Seolah tak mau disalahkan sendiri, Jokowi sejak awal menuding bahwa kenaikkan BBM ini dampak dari pengelolaan negara era SBY. Bahkan sebelum dilantik sebagai presiden, Jokowi lebih dulu menemui SBY di Bali. Agenda utamanya, meminta kepada SBY agar menaikkan harga BBM sebelum lengser.
Namun pertemuan di Bali berjalan hampa, SBY seolah tak mau meninggalkan ‘luka’ di hati masyarakat saat lengser sehingga menolak keinginan Jokowi tersebut. Karena itu, Jokowi terpaksa belum genap tiga bulan jadi orang nomor satu di Tanah Air, harus menelan pil pahit dan makian dari masyarakat karena kenaikkan BBM. Dia bahkan sesumbar tak takut kehilangan popularitas dengan kenaikan BBM ini.