BELANDA untuk pertama kalinya memasukkan Israel dalam daftar negara yang dianggap mengancam keamanan nasionalnya, menurut laporan dari Koordinator Nasional Keamanan dan Kontraterorisme Belanda (NCTV) – lembaga utama negara tersebut dalam urusan kontraterorisme.
Laporan tersebut berjudul Assessment of Threats from State Actors (Penilaian Ancaman dari Aktor Negara).
Laporan ini mencatat Israel berupaya memanipulasi dan memengaruhi opini publik serta kebijakan di Belanda melalui kampanye disinformasi.
Baca Juga:Ketika Manusia Bertanya dan Mengugat, Jokowi Sudah MenjawabnyaUsai Aksi Protes Penggerebekan Imigrasi, Los Angeles Rusuh Donald Trump Kirim Ribuan Garda Nasional
Dilansir the Cradle, Minggu (27/7), menurut laporan tersebut, sebuah kementerian Israel telah menyebarkan dokumen kepada jurnalis dan pejabat di Belanda tahun lalu, yang berisi data pribadi warga Belanda.
Ancaman bagi Mahmakah Pidana Internasional
Insiden ini terjadi setelah para pendukung tim sepak bola Israel, Maccabi Tel Aviv, berbuat rusuh dengan melakukan tindakan provokatif setelah tim mereka kalah dalam pertandingan di Amsterdam pada November 2024, yang memicu ketegangan dan bentrokan dengan warga lokal.
Laporan NCTV juga mencatat kekhawatiran atas ancaman terhadap Mahkamah Pidana Internasional (ICC) di Den Haag, baik dari Washington maupun Tel Aviv. Disebutkan bahwa ancaman-ancaman ini dapat berdampak negatif terhadap kinerja pengadilan tersebut.
Israel memang telah lama menjadi ancaman bagi ICC. Menurut laporan The Guardian pada Mei tahun lalu, Tel Aviv telah melakukan kampanye intimidasi selama bertahun-tahun terhadap ICC, termasuk tindakan “menguntit” dan “mengancam” pejabat pengadilan untuk menggagalkan penyelidikan atas kejahatan perang yang dilakukan Israel.
Sejak pengadilan mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap perdana menteri Israel dan mantan menteri pertahanannya tahun lalu, Amerika Serikat telah menjatuhkan sanksi terhadap ICC.
Israel dan AS bukan penandatangan Statuta Roma 1998 maupun anggota ICC.
Undang-Undang Perlindungan Anggota Militer Amerika (American Servicemembers’ Protection Act) tahun 2002, yang dijuluki “Hague Invasion Act” (Undang-Undang Invasi Den Haag), memberi wewenang kepada presiden AS untuk menggunakan “segala cara yang diperlukan dan sesuai” guna membebaskan personel AS atau sekutunya yang ditahan oleh ICC – termasuk penggunaan kekuatan militer. Undang-undang ini juga membatasi kerja sama AS dengan ICC.