29 Tahun Kudatuli, Rusuh Besar Usai Malari 1974

Sejumlah orasi di depan kantor DPP PDI di Jl Diponegoro Jakarta sebelum kemudian diserbu tentara (ARNI)
Sejumlah orasi di depan kantor DPP PDI di Jl Diponegoro Jakarta sebelum kemudian diserbu tentara (ARNI)
0 Komentar

Sementara pendapat pengurus PDI di tingkat nasional dan daerah terbelah. Menurut Aspinall, sebagian besar panitia KLB Medan adalah pengikut Soerjadi atau orang-orang yang dipaksa ikut Megawati oleh Hendropriyono dan perwira ABRI lain pada 1993 sebagai jaminan dukungan pemerintah. Sementara itu, di daerah, pengurus PDI tingkat kabupaten/kota loyal kepada Megawati. Banyak anggota PDI menyatakan “siap mati untuk Megawati”.

Friksi yang sempat reda setelah Munas Jakarta kembali terjadi, bahkan melibatkan kelompok-kelompok di luar PDI.

Sejak awal Juni 1996, simpatisan Megawati dan organisasi-organisasi yang mengambil sikap oposisi radikal terhadap pemerintahan Soeharto turun ke jalan memprotes rencana KLB Medan dan intervensi pemerintah, serta mengecam pengkhianat PDI. Banyak protes itu menyuarakan reformasi luas pemerintahan.

Baca Juga:Ketika Manusia Bertanya dan Mengugat, Jokowi Sudah MenjawabnyaUsai Aksi Protes Penggerebekan Imigrasi, Los Angeles Rusuh Donald Trump Kirim Ribuan Garda Nasional

Salah satu organisasi yang turut aktif dalam protes ini adalah Partai Rakyat Demokratik (PRD) dan organisasi sayap mahasiswanya, Solidaritas Mahasiswa Indonesia untuk Demokrasi (SMID). Selain itu, kelompok Aldera besutan Pius Lustrilanang berunjuk rasa di Bandung.

Sementara aktivis dari Pusat Informasi dan Jaringan Aksi untuk Reformasi (Pijar), organisasi yang dibentuk sebagian penggiat pers kampus dari Jakarta dan Yogyakarta, berunjuk rasa di ibu kota menyerukan “Megawati! Reformasi!”. Sedangkan Gerakan Raktar Bali (GRB), hasil koalisi Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) dan anggota PDI, melancarkan demonstrasi di Bali.

Puncaknya, pada 26 Juni 1996, sebanyak 30 lembaga swadaya masyarakat (LSM) mengumumkan berkoalisi membentuk organisasi payung bernama Majelis Rakyat Indonesia (MARI).

Menurut Stefan Eklöf, ilmuwan politik dari Linnaeus University, dalam Power and Political Culture in Soeharto’s Indonesia (2003), MARI merepresentasikan beragam spektrum LSM, sebagian besar ‘kiri’, dan mengkritik keras pemerintah.

Meski didera pelbagai kritik, KLB Medan tetap diadakan pada 20-23 Juni 1996. Megawati absen dalam kongres yang dijaga ketat tentara itu. Sementara Soerjadi dipilih sebagai ketua umum PDI tanpa hambatan.

Penjagaan ketat tentara itu dipandang aneh oleh Stefan Eklöf. Dalam Indonesian Politics in Crisis: The Long Fall of Suharto, 1996-1998 (1999), Eklöf menyatakan dua kongres PDI sebelumnya selalu berakhir ricuh dan tak pernah dijaga tentara secara ketat.

0 Komentar