29 Tahun Kudatuli, Rusuh Besar Usai Malari 1974

Sejumlah orasi di depan kantor DPP PDI di Jl Diponegoro Jakarta sebelum kemudian diserbu tentara (ARNI)
Sejumlah orasi di depan kantor DPP PDI di Jl Diponegoro Jakarta sebelum kemudian diserbu tentara (ARNI)
0 Komentar

SEKITAR pukul 8 pagi, 27 Juli 1996, tepat hari ini 29 tahun lalu, penyeranta dalam saku celana Andoes Simbolon, wartawan Harian Terbit, berbunyi. Sebuah pesan dari Ketua Dewan Pimpinan Cabang Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Jakarta Selatan, Audy I.Z. Tambunan, masuk. Isinya mengabarkan kantor DPP PDI diserbu massa.

“Haa? Diserbu?” Simbolon yang baru bangun tidur itu kaget, lalu bergegas menuju gedung di Jalan Diponegoro 58, Menteng, Jakarta Pusat.

Setiba di sana, ia melihat suasana sudah ramai dan mencekam. Orang-orang yang disinyalir pendukung Soerjadi, Ketua Umum PDI hasil kongres di Medan (20-23 Juni 1996), baru saja merangsek masuk gedung sambil melemparkan batu.

Baca Juga:Ketika Manusia Bertanya dan Mengugat, Jokowi Sudah MenjawabnyaUsai Aksi Protes Penggerebekan Imigrasi, Los Angeles Rusuh Donald Trump Kirim Ribuan Garda Nasional

Sementara di dalam gedung, kelompok pendukung Megawati Soekarnoputri, Ketua Umum PDI hasil Munas di Kemang, Jakarta Selatan (22 Desember 1993), bertahan sembari melemparkan benda-benda seadanya. Kedua kubu ini sama-sama mengklaim sebagai pengurus yang sah dan berhak atas kantor Dewan Pimpinan Pusat PDI.

Aksi saling lempar batu antara dua seteru itu berlangsung sekitar 1,5 jam. Menurut laporan Kompas (29 Juli 1996), pendukung Soerjadi mulai melemparkan batu ke arah kantor DPP pada pukul 6.35. Sementara aparat TNI-Polri baru bisa menguasai kantor partai itu sekitar pukul 8.00. Setelahnya, aparat memblokade Jalan Diponegoro dan mencegati orang-orang yang ingin mendekat.

Simbolon adalah salah satu orang yang dicegat aparat. Meski demikian, ia masih bisa menyaksikan dan menggambarkan kerusuhan yang kelak dijuluki Kudatuli alias ‘Kerusuhan Dua Puluh Tujuh Juli’ tersebut.

“Jalan di depan kantor DPP PDI sudah berantakan. Saya lihat bongkahan batu berserakan, kayu balok, botol kosong, serta benda-benda lain,” tulisnya lewat buku kumpulan kesaksian wartawan terhadap Megawati dalam Bukan “Media Darling” Biasa (2017).

“Ada juga kendaraan truk polisi yang parkir di depannya. Dari kejauhan, saya sempat melihat halaman kantor sudah dipenuhi aparat keamanan lengkap dengan peralatannya seperti pasukan anti-huru hara.”

Untuk sejenak, aparat mampu mengendalikan situasi. Pukul 08.30, belasan pendukung Megawati dibawa ke markas Kepolisian Daerah DKI Jakarta, sementara sembilan orang yang terluka dibawa ke rumah sakit dengan ambulans.

Meski begitu, sejumlah kelompok LSM, mahasiswa, dan simpatisan pendukung Megawati terus berdatangan dan berkumpul di luar lingkaran penjagaan aparat TNI-Polri. Mereka berorasi dan menyanyikan lagu-lagu protes.

0 Komentar