KETEGANGAN bersenjata antara Thailand dan Kamboja kembali memanas pada pertengahan Juli 2025, dengan serangkaian insiden di sepanjang perbatasan kedua negara.
Konflik ini melibatkan tembakan senjata berat, serangan roket, drone pengintai, hingga penanaman ranjau darat, yang telah menimbulkan korban luka di pihak militer dan warga sipil.
Berikut ini rangkuman kronologis insiden berdasarkan pernyataan resmi dari pihak militer Thailand dan Kamboja.
Masalah Ranjau Kamboja: Ancaman Lama yang Mematikan
Baca Juga:Ketika Manusia Bertanya dan Mengugat, Jokowi Sudah MenjawabnyaUsai Aksi Protes Penggerebekan Imigrasi, Los Angeles Rusuh Donald Trump Kirim Ribuan Garda Nasional
Sebelum insiden 23 Juli 2025, masalah ranjau darat di wilayah Kamboja telah menjadi sorotan internasional. Melansir laporan Mines Advisory Group (MAG), Kamboja adalah salah satu negara dengan kontaminasi ranjau darat dan bom klaster tertinggi di dunia. Seluruh 25 provinsi di negara tersebut terdampak akibat konflik antara Khmer Merah, pemerintah Kamboja, dan faksi-faksi lainnya sejak dekade 1970-an.
Melansir APOPO, diperkirakan terdapat 4 hingga 6 juta ranjau darat dan bahan peledak yang belum meledak (UXO) di seluruh wilayah Kamboja, mencemari ribuan kilometer persegi tanah. Sejak 1979, lebih dari 64.000 orang telah menjadi korban, dengan rata-rata satu korban baru setiap minggu.
15 Juni-1 Juli 2025: Bocoran Pembicaraan Rahasia Picu Krisis Politik Thailand
Melansir The Guardian, ketegangan politik di Thailand meningkat tajam usai tersebarnya rekaman percakapan telepon antara Perdana Menteri Thailand Paetongtarn Shinawatra dan mantan Perdana Menteri Kamboja Hun Sen pada 15 Juni.
Dalam rekaman tersebut, Paetongtarn memanggil Hun Sen dengan sebutan “paman”, menawarkan bantuan pribadi, dan mengkritik pejabat militer Thailand. Rekaman ini pertama kali bocor sebagian dan kemudian dipublikasikan utuh oleh Hun Sen sendiri.
Percakapan yang dimaksud berkaitan dengan upaya meredakan ketegangan perbatasan, namun justru memicu kemarahan publik Thailand.
Banyak pihak menilai Paetongtarn terlalu naif atau bahkan mengkhianati kepentingan nasional. Akibatnya, pada 1 Juli 2025, Mahkamah Konstitusi Thailand memutuskan untuk menskors Paetongtarn dari jabatannya sambil menunggu penyelidikan etik.
Aksi protes yang melibatkan puluhan ribu demonstran menuntut pengunduran dirinya terjadi di Bangkok.
Baca Juga:Sekjen DPR Sebut Terima Surat Forum Purnawirawan TNI soal Pemakzulan Gibran: Kami Teruskan ke PimpinanKetua Koperasi Al- Azariyah dan Pengawas Operasional Tersangka Insiden Longsor Tambang Galian C Gunung Kuda
Di tengah tekanan tersebut, ayahnya sekaligus mantan PM Thaksin Shinawatra juga diperiksa di pengadilan dalam kasus penghinaan terhadap monarki. Situasi ini memperlemah posisi politik keluarga Shinawatra secara keseluruhan, di tengah spekulasi bahwa militer dan elit konservatif tengah bersiap mengambil alih kekuasaan.