Membaca Gaya Diplomasi Prabowo di Panggung Internasional: The Peace Broker of the Global South

Presiden Prabowo Subianto saat berpidato di hadapan Perdana Menteri China, Li Qiang, dan para pelaku usaha ked
Presiden Prabowo Subianto saat berpidato di hadapan Perdana Menteri China, Li Qiang, dan para pelaku usaha kedua negara dalam agenda Indonesia-China Business Reception di Jakarta, Sabtu (24/5/2025). ANTARA/Andi Firdaus
0 Komentar

Prabowo tampaknya mengadopsi strategi ini dengan menyasar posisi Indonesia sebagai penengah antara kepentingan negara besar, tanpa kehilangan kedaulatan dan identitas nasional.

Kedua, pendekatan “constructivist internationalism” dari Alexander Wendt memberikan pandangan bahwa identitas dan peran suatu negara di kancah internasional dibentuk oleh tindakan-tindakan yang mereka pilih dan artikulasikan. Dalam konteks ini, Prabowo tidak hanya berpartisipasi dalam diplomasi global, tetapi sedang membentuk identitas baru Indonesia sebagai negara penyeimbang. Ia sedang menulis ulang narasi tentang siapa Indonesia di dunia internasional.

Ketiga, gagasan “soft balancing” oleh T.V. Paul dan Robert Pape menjadi relevan. Strategi ini menjelaskan bagaimana negara-negara non-adidaya bisa menyeimbangkan kekuatan besar dengan cara-cara non-militer, seperti kerja sama ekonomi, diplomasi multilateral, dan institusi global. Prabowo, yang dikenal sebagai tokoh militer, justru mengadopsi pendekatan ini. Alih-alih menunjukkan kekuatan militer, ia memanfaatkan diplomasi dan forum multilateral sebagai alat untuk mengukuhkan posisi Indonesia.

Baca Juga:Ketika Manusia Bertanya dan Mengugat, Jokowi Sudah MenjawabnyaUsai Aksi Protes Penggerebekan Imigrasi, Los Angeles Rusuh Donald Trump Kirim Ribuan Garda Nasional

Melalui ketiga pendekatan ini, kita melihat bahwa strategi Prabowo bukan improvisasi, melainkan langkah terukur yang sesuai dengan teori dan praktik hubungan internasional kontemporer.

Namun, seiring meningkatnya aktivitas internasional Presiden Prabowo, muncul pertanyaan: mampukah ia menjaga keseimbangan antara politik luar negeri dan politik domestik? Apakah langkah aktifnya di dunia global dapat diterjemahkan menjadi dukungan politik dan kepercayaan publik di dalam negeri?

Pertama, tantangan domestik yang dihadapi Prabowo sangat kompleks. Ekonomi nasional masih menghadapi tekanan dan kesenjangan. Program-program seperti penyediaan rumah rakyat, swasembada pangan, penyediaan lapangan pekerjaan, dan reformasi pendidikan membutuhkan perhatian penuh. Jika Prabowo terlalu fokus pada luar negeri, ia bisa dicap sebagai pemimpin yang abai pada persoalan rakyat.

Kedua, politik dalam negeri pasca-pemilu masih menyimpan fragmen-fragmen konflik. Ada polarisasi antara pendukung dan oposisi, serta tantangan dalam membentuk koalisi yang solid. Jika keberhasilan luar negeri tidak dibarengi stabilitas politik domestik, maka keberhasilan itu hanya akan menjadi pencitraan, bukan kekuatan riil.

Ketiga, dunia internasional sendiri penuh jebakan. Sikap netral dalam konflik besar seperti Barat vs Rusia atau AS vs Tiongkok tidak mudah dipertahankan. Jika Prabowo tidak hati-hati, Indonesia bisa terjebak dalam konflik kepentingan, kehilangan kepercayaan dari satu blok, atau bahkan menjadi target tekanan diplomatik dan ekonomi.

0 Komentar