Membaca Gaya Diplomasi Prabowo di Panggung Internasional: The Peace Broker of the Global South

Presiden Prabowo Subianto saat berpidato di hadapan Perdana Menteri China, Li Qiang, dan para pelaku usaha ked
Presiden Prabowo Subianto saat berpidato di hadapan Perdana Menteri China, Li Qiang, dan para pelaku usaha kedua negara dalam agenda Indonesia-China Business Reception di Jakarta, Sabtu (24/5/2025). ANTARA/Andi Firdaus
0 Komentar

PRESIDEN Prabowo Subianto tampaknya tidak membuang waktu untuk memperlihatkan arah baru politik luar negeri Indonesia.

Baru beberapa bulan menjabat, Prabowo sudah menjadi sorotan dalam berbagai forum internasional: dari Shangri-La Dialogue di Singapura, KTT BRICS yang kini resmi memasukkan Indonesia sebagai anggota, hingga berbagai misi diplomatik bilateral dengan negara-negara besar dunia. Dalam setiap penampilan itu, Prabowo bukan sekadar hadir, melainkan tampil dominan, artikulatif, dan membangun wacana.

Bagi banyak pengamat, gaya ini merupakan pergeseran penting dari pendekatan diplomatik sebelumnya yang lebih defensif dan berhati-hati. Di bawah Jokowi, diplomasi Indonesia condong pada kerja sama ekonomi dan perdagangan.

Baca Juga:Ketika Manusia Bertanya dan Mengugat, Jokowi Sudah MenjawabnyaUsai Aksi Protes Penggerebekan Imigrasi, Los Angeles Rusuh Donald Trump Kirim Ribuan Garda Nasional

Sementara Prabowo, dengan latar belakang militer, bahasa Inggris yang fasih, dan pemahaman geopolitik global yang kuat, ingin menjadikan Indonesia sebagai kekuatan mediasi dan stabilisasi global. Tidak heran jika banyak yang mulai menyebutnya sebagai “the peace broker of the Global South”.

Salah satu momen penting adalah ketika Prabowo menyampaikan pidato dalam Shangri-La Dialogue 2024, menekankan pentingnya dialog antar-negara besar untuk mencegah eskalasi konflik, khususnya antara Barat dan Rusia.

Dalam pidatonya, Prabowo tidak berpihak, tetapi jelas ingin Indonesia berperan sebagai jembatan.

Keberhasilan diplomasi ini diperkuat lagi dengan bergabungnya Indonesia ke dalam kelompok BRICS, forum negara-negara berkembang yang dipandang sebagai kekuatan tandingan Barat.

Prabowo menegaskan bahwa langkah ini bukan bentuk perlawanan, tapi bentuk keseimbangan. Ia menginginkan dunia multipolar yang lebih adil, dan Indonesia harus punya tempat terhormat di dalamnya.

Langkah-langkah aktif ini menjadi sinyal bahwa Prabowo memahami pentingnya soft power di era modern. Ia tak hanya memimpin dari dalam negeri, tapi membangun citra Indonesia sebagai negara yang vokal, rasional, dan solutif di tingkat global.

Langkah aktif Prabowo di panggung internasional sejalan dengan sejumlah teori dalam hubungan internasional yang menekankan pentingnya negara middle power seperti Indonesia untuk memainkan peran strategis.

Baca Juga:Sekjen DPR Sebut Terima Surat Forum Purnawirawan TNI soal Pemakzulan Gibran: Kami Teruskan ke PimpinanKetua Koperasi Al- Azariyah dan Pengawas Operasional Tersangka Insiden Longsor Tambang Galian C Gunung Kuda

Pertama, teori “middle power diplomacy” yang banyak dibahas oleh teoretikus seperti Andrew F. Cooper. Dalam karyanya, Cooper menjelaskan bahwa negara-negara yang tidak tergolong adidaya tapi memiliki kapasitas diplomatik, ekonomi, dan geopolitik signifikan dapat menjadi jembatan dalam konflik global.

0 Komentar