PEMERINTAH diingatkan untuk mengantisipasi dampak negatif dari kesepakatan dagang baru antara Indonesia dan Amerika Serikat (AS).
Ekonom dari Pusat Kajian Keuangan, Ekonomi, dan Pembangunan Universitas Binawan, Farouk Abdullah Alwyni, menilai isi kesepakatan tersebut sangat tidak seimbang dan merugikan posisi Indonesia.
“Kesepakatan ini sangat berat sebelah dan menunjukkan bahwa posisi Indonesia tidak setara dengan Amerika,” ujar Farouk lewat keterangan resminya, Minggu, 20 Juli 2025.
Baca Juga:Ketika Manusia Bertanya dan Mengugat, Jokowi Sudah MenjawabnyaUsai Aksi Protes Penggerebekan Imigrasi, Los Angeles Rusuh Donald Trump Kirim Ribuan Garda Nasional
Menurutnya, meskipun tarif ekspor Indonesia ke AS diturunkan dari 32 persen menjadi 19 persen, penurunan tersebut dibarengi dengan berbagai kewajiban yang memberatkan Indonesia.
Di antaranya, kewajiban menghapus seluruh tarif impor untuk produk AS, pembelian produk energi senilai USD 15 miliar, produk pertanian USD 4,5 miliar, serta pembelian 50 unit pesawat Boeing. Indonesia juga diminta membuka akses bebas tarif untuk produk pertanian, perikanan, dan peternakan dari AS.
Farouk menilai ketentuan tersebut jauh lebih berat dibanding negara tetangga seperti Malaysia dan Vietnam yang masing-masing hanya dikenai tarif 25 persen dan 20 persen tanpa kewajiban tambahan.
“Ini merupakan bentuk neo-kolonialisme dan neo-imperialisme gaya baru dari AS, dan ironisnya diterima dengan gembira oleh pemerintah Indonesia,” tambahnya.
Mantan pejabat senior Islamic Development Bank (IDB) ini memperingatkan bahwa kebijakan tersebut berpotensi memicu banjirnya produk-produk AS ke Indonesia, yang dapat merusak industri dalam negeri dan mempercepat deindustrialisasi. Ia juga mengingatkan risiko terhadap neraca perdagangan Indonesia.
“Surplus perdagangan kita terhadap AS sebesar USD 18 miliar bisa berubah menjadi defisit. Sementara dari sisi fiskal, berpotensi terjadi shortfall penerimaan pajak dan PNBP hingga IDR 200 triliun,” ujarnya.
Farouk mendesak pemerintah untuk segera berkoordinasi dengan pelaku ekspor guna mencari alternatif pasar ekspor. Diversifikasi pasar, menurutnya, menjadi langkah penting agar Indonesia tidak terlalu bergantung pada AS.
Baca Juga:Sekjen DPR Sebut Terima Surat Forum Purnawirawan TNI soal Pemakzulan Gibran: Kami Teruskan ke PimpinanKetua Koperasi Al- Azariyah dan Pengawas Operasional Tersangka Insiden Longsor Tambang Galian C Gunung Kuda
Ia juga mengusulkan agar Indonesia mulai mengambil pendekatan seperti “the World minus One” yang digunakan Singapura, yakni memperluas kerja sama global dengan mengesampingkan AS.