Mengingat 200 Tahun Perang Diponegoro Titik Tolak Kebangkitan Nasional Pertahankan Jati Diri Bangsa

Peringatan 200 Tahun Perang Jawa, Wamensos Agus Jabo Priyono, GBPH Prabukusomo Pengageng Padepokan Diponegaran
Peringatan 200 Tahun Perang Jawa, Wamensos Agus Jabo Priyono, GBPH Prabukusomo Pengageng Padepokan Diponegaran KRT Dipoyudo
0 Komentar

WAKIL Menteri Sosial Republik Indonesia, Agus Jabo Priyono, menyerukan pentingnya menjadikan peringatan 200 tahun Perang Diponegoro sebagai titik tolak kebangkitan nasional untuk menemukan kembali jati diri bangsa yang selama ini tercerabut dari akarnya.

“Perjuangan Diponegoro adalah upaya mempertahankan jati diri bangsa dalam menghadapi dominasi dan ekspansi asing,” tegas Agus Jabo dalam pidatonya pada acara Peringatan 200 Tahun Perang Jawa (1825–2025), yang digelar di Jawa Village Resort, Pandowoharjo, Sleman, Kamis malam (17/7).

Acara tersebut digagas oleh budayawan asal Yogyakarta, Sigit Sugito, dan menarik perhatian luas dari berbagai kalangan, termasuk tokoh masyarakat dan seniman. Hadir dalam kesempatan itu antara lain mantan anggota DPR RI Idham Samawi, Ketua IKPNI DIY GBPH Prabukusumo, keturunan Pangeran Diponegoro, serta sejumlah tokoh kebudayaan.

Baca Juga:Ketika Manusia Bertanya dan Mengugat, Jokowi Sudah MenjawabnyaUsai Aksi Protes Penggerebekan Imigrasi, Los Angeles Rusuh Donald Trump Kirim Ribuan Garda Nasional

Dalam pidato yang disampaikannya tanpa teks, Agus Jabo menjelaskan, perjuangan Diponegoro tidak hanya berbentuk perlawanan bersenjata terhadap kolonialisme, tetapi juga perlawanan terhadap dominasi budaya dan sistem asing yang perlahan-lahan mengikis identitas bangsa.

Ia mengutip ajaran Presiden Soekarno tentang pentingnya membangun karakter bangsa, seraya mengkritik kondisi bangsa saat ini yang dinilainya masih kehilangan arah.

“Bangsa kita seperti kerumunan yang kehilangan arah,” ujar mantan aktivis 98 itu.

Ia menyebutkan, strategi kolonial Belanda dalam melemahkan bangsa Indonesia dilakukan dengan cara memutus mata rantai sejarah, melarang simbol-simbol kebangsaan, dan menjauhkan masyarakat dari akar budaya lokal.

“Salah satu cara Belanda menghancurkan kita adalah melarang simbol-simbol kebangsaan. Rantai sejarah kita diputus. Kita dijauhkan dari siapa nenek moyang kita,” ungkapnya.

Karena itu, ia mengaku sangat menghargai langkah Presiden terpilih Prabowo Subianto, yang menurutnya tengah berupaya membangun kembali kemandirian bangsa, memperkuat fondasi ekonomi nasional, dan mengurangi ketergantungan pada kekuatan asing.

“Saya menyaksikan Pak Prabowo sedang berupaya membangkitkan mata batin bangsa ini,” katanya.

Baca Juga:Sekjen DPR Sebut Terima Surat Forum Purnawirawan TNI soal Pemakzulan Gibran: Kami Teruskan ke PimpinanKetua Koperasi Al- Azariyah dan Pengawas Operasional Tersangka Insiden Longsor Tambang Galian C Gunung Kuda

Ia juga menekankan pentingnya menggali kembali filosofi hidup dan kekuatan spiritual yang diwariskan para pejuang seperti Pangeran Diponegoro. Menurutnya, jati diri bangsa bukan sekadar urusan sejarah, tetapi juga menyangkut keberanian, keteguhan iman, dan daya juang.

0 Komentar