Menganalisa faktor penyebab kemacetan, Bandung masuk ke dalam istilah”Geografi Mangkuk”, posisinya terjebak antara pegunungan, menyisakan sedikit ruang untuk jalan. Hanya 11% luas kota untuk jalur transportasi.
Dominasi kendaraan pribadi 2,3 juta kendaraan (mobil + motor) untuk 2,6 juta penduduk. Transportasi umum (angkot) kalah bersaing dengan ojol karena sistem trayek kaku dan tidak terintegrasi.
Infrastruktur juga tertinggal ,lampu lalu lintas menggunakan durasi statis, tidak adaptif dengan kepadatan. Rumus Webster (optimasi lampu) pernah diuji di Soreang, tapi belum diterapkan secara luas .
Baca Juga:Ketika Manusia Bertanya dan Mengugat, Jokowi Sudah MenjawabnyaUsai Aksi Protes Penggerebekan Imigrasi, Los Angeles Rusuh Donald Trump Kirim Ribuan Garda Nasional
Lain halnya dengan Barcelona, kota ini mempunyai warisan tata kota padat, jalan sempit di Barri Gòtic (Gothic Quarter) tidak dirancang untuk kendaraan modern, menyebabkan pola grid L’Eixample yang seharusnya luas malah dipadati bangunan hingga 92.000 jiwa/km².
Sebagai pusat logistik Mediterania, pelabuhan Barcelona termasuk tersibuk di Eropa, dengan 50+ juta penumpang/tahun. Kombinasi truk kontainer, turis, dan komuter memperparah kepadatan lalu lintas.
Barcelona juga mempunyai keterbatasan ekspansi,karena terhimpit antara laut dan pegunungan (Tibidabo). Kawasan metropolitan harus menampung 5,7 juta penduduk di area 3.235 km²
Pernah di tahun 1992, Barcelona membuat gebrakan revitalisasi ,dengan menjadi tuan rumah Olimpiade. Hasilnya cukup memacu modernisasi, tapi tidak sepenuhnya menyelesaikan masalah mobilitas.
Bandung dalam analisis populer menjadi sorotan media karena dinobatkan sebagai “Kota Termacet di Indonesia” (TomTom, 2024) dengan waktu tempuh 32-33 menit/10 km.
Respon dari pemerintah pun muncul, Wali Kota Farhan menyatakan ” Saya Malu ! ” dan berencana menghapus sistem trayek angkot, menggantinya dengan transportasi berbasis “carter”mirip ojol
Selain itu ditawarkan juga solusi kreatif dari Alumni ITB dengan mengusulkan “Rumus Webster” untuk lampu lalu lintas: durasi hijau (21–34 detik) dihitung berdasarkan rasio kapasitas mobil/waktu nyata. Contoh: Simpang Soreang optimal di 124 detik total siklus .
Baca Juga:Sekjen DPR Sebut Terima Surat Forum Purnawirawan TNI soal Pemakzulan Gibran: Kami Teruskan ke PimpinanKetua Koperasi Al- Azariyah dan Pengawas Operasional Tersangka Insiden Longsor Tambang Galian C Gunung Kuda
Barcelona sebagai Studi Kasus Global, meski tidak masuk 10 besar kota termacet dunia, tapi mempunyai kepadatan ekstrem(16.000 jiwa/km²) dan jadi isu utama. Kota ini dianggap “korban kesuksesan” sebagai destinasi wisata (20+ juta turis/tahun).
Dilihat dari budaya mobilitas dan perilaku warga, Bandung di dominasi angkutan umum yang tidak optimal: Angkot masih dominan, tidak terstandarisasi dan tidak terjadwal.Minimnya pedestrian & jalur sepeda: Ruang untuk pejalan kaki dan pesepeda sangat terbatas.