SECARA historis, awal pembentukan dan perkembangan Kota Bandung bermula dari pemindahan Ibu Kota Kabupaten Bandung oleh Bupati Wiranatakusumah II pada 1810.
Atas perintah Gubernur Jenderal Daendels, yang membangun Jalan Raya Pos (Grote Postweg) sebagai jalur militer. Kota dirancang tradisional dengan alun-alun sebagai pusat, dikelilingi masjid, pasar, dan pendopo .
Menginjak Era Kolonial Berubah jadi “Parijs van Java” (Paris-nya Jawa) pada awal abad ke-20 karena perkembangan perkebunan teh/kina dan rel kereta (1880).
Baca Juga:Ketika Manusia Bertanya dan Mengugat, Jokowi Sudah MenjawabnyaUsai Aksi Protes Penggerebekan Imigrasi, Los Angeles Rusuh Donald Trump Kirim Ribuan Garda Nasional
Tata kota bergaya Eropa (contoh: Gedung Sate, Braga Street) menarik migrasi besar-besaran, namun tanpa perencanaan transportasi yang memadai.
Pasca-Kemerdekaan, Kota Bandung “terbakar” dalam peristiwa Bandung Lautan Api(1946), lalu dibangun kembali secara sporadis, akibatnya populasi meledak dari 230.000 (1940) jadi 2,5 juta+ (2024) akibat urbanisasi dan industrialisasi tekstil .
Bandung terkenal juga sebagai kota “kenang kenangan” sehingga komponis sekaligus musisi legendaris Ismail Marzuki mengabadikanya dalam sebuah lagu perjuangan yang sangat terkenal “Halo Halo Bandung”.
Bahkan di era sekarang pernah ada seseorang menulis di medsosnya dengan kata kata heroik “Bandung adalah satu satunya kota yang pernah membakar dirinya, hanya untuk menegaskan identitasnya!”
Barcelona pada jaman Romawi hingga Abad Pertengahan, didirikan sebagai Barcino (15 SM) dengan tata kota castrum (Kamp Militer Romawi). Dibatasi tembok pertahanan yang menghambat perluasan hingga abad ke-19.
Memasuki Revolusi Industri, kota ini meledak sebagai pusat industri tekstil dan pelabuhan Mediterania abad ke-19. Perluasan distrik L’Eixample (1859) oleh Ildefons Cerdà menggunakan pola grid inovatif, tetapi kepadatan bangunan mencapai 3x rencana awal karena spekulasi properti.
Lompat ke Pasca-Franco, Otonomi Catalunya (1979) mengembalikan statusnya sebagai ibu kota budaya-ekonomi, sehingga menarik imigran global. Populasi metropolitan mencapai 5,7 juta (2025), dengan kepadatan ekstrem di distrik seperti Eixample (50.000 jiwa/km²) .
Baca Juga:Sekjen DPR Sebut Terima Surat Forum Purnawirawan TNI soal Pemakzulan Gibran: Kami Teruskan ke PimpinanKetua Koperasi Al- Azariyah dan Pengawas Operasional Tersangka Insiden Longsor Tambang Galian C Gunung Kuda
Masuk ke dalam salah satu “Kota Romantis” di dunia, di era masa kini Barcelona di abadikan juga sebagai judul lagu oleh seorang penyanyi terkenal Pariz RM.
Meskipun Bandung dan Barcelona sama-sama dianggap “macet”, konteks historis dan penyebabnya sangat berbeda dan memunculkan analisis multidemensi.
Perbandingan historis antara Kota Bandung sebagai salah satu kota termacet di Indonesia dan Barcelona yang masuk katagori kota dengan “kepadatan ekstrim”, bisa dilakukan dengan pendekatan ” Tinjauan Historis ” dan “Analisis Populer Multidimensi” mencakup aspek sejarah pertumbuhan kota, tata ruang, kebijakan transportasi, serta budaya mobilitas masyarakat.